Terminasi Tipe Material (Varnes 1978).
Kita akan bahas terkait tipe material terlebih dahulu, yang mana dalam tipe material di klasifikasi ini dibagi menjadi 5 jenis yaitu Rock (batuan), Soil (tanah), Earth, Mud dan Debris. Berikut penjelasan singkatnya:
- ROCK, dalam bahasa Indonesia disebut sebagai batu, merupakan material yang memiliki massa keras dan mineral yang masih belum terubah.
- SOIL, biasa disebut juga tanah, merupakan agregat dari partikel-partikel solid seperti mineral atau batuan yang telah mengalami transportasi dan pelapukan.
- EARTH, dideskripsikan sebagai material yang 80% memiliki ukuran butir kurang dari 2mm.
- MUD, dideskripsikan sebagai material yang memiliki lebih dari 80% butiran berukuran 0,06mm.
- DEBRIS, material yang komposisinya terdiri dari material berukuran kasar dengan persentase 20% - 80% memiliki ukuran butir lebih dari 2mm.
Khusus untuk membantu teman-teman dalam pemahaman terkait tipe earth, mud dan debris di bawah ini saya lampirkan gambar skala Wenworth (1922) tentang deskripsi jenis material sedimen berdasarkan ukuran butirnya.
Gambar 1: Skala Ukuran Partikel Sedimen Menurut Wenworth (1922).
Terminasi Tipe Gerakan (Varnes 1978).
Masuk ke dalam pembahasan terminasi kedua, yaitu tipe gerakan. Tipe gerakan ini dibuat berdasarkan jenis jatuhannya, pengaruh kontrol struktur, pengaruh air tanah, geometri, hingga kecepatan gerakannya. Ada enam tipe gerakan dalam klasifikasi ini, yaitu Fall, Topple, Slide, Spread, Flow dan Creep. Di bawah ini merupakan penjelasan singkatnya:
- FALLS, tipe gerakan ini dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah Jatuhan. Tipe ini memiliki ciri pergerakan masif satu bongkah material besar ke bawah lereng. Nah, cara mudah memahami tipe gerakan ini adalah, tipe ini terjadi relatif pada material batuan (rock) dan jarang terjadi pada material tanah. Faktor utama penyebab kelongsoran adalah struktur geologi (diskontinuitas) yang saling memotong dan memiliki lebih dari 2 set struktur. Hanya terjadi pada lereng dengan geometri curam dan relatif pergerakan nya sangat amat cepat. Pengaruh Air Tanah pada tipe gerakan ini minim bahkan tidak ada.
Gambar 2: Ilustrasi Tipe Gerakan Falls.
- TOPPLES, bahasa Indonesia nya adalah jungkiran. Tipe ini hampir mirip karakternya dengan tipe jatuhan, perbedaan mendasar terletak pada joint set dan kemenerusan dari strukturnya. Jungkiran kemungkinan besar terjadi apabila lereng batu memiliki 2 atau 3 set struktur , yang salah satu set nya memanjang secara vertikal memotong tubuh massa batuan dari atas ke bawah, ditambah dengan set struktur lainnya memotong secara horizontal namun tak sepanjang set yang pertama. Gerakan longsor ini tetap dipengaruhi oleh struktur dan gravitasi, ditambah dengan geometri lereng yang curam. Pengaruh air tanah pada gerakan ini bisa saja ada, namun tetap dalam batas kecil pengaruhnya. Sebagai contoh, massa lereng bisa terjungkir apabila ada dorongan Air tanah pada rekahan nya yang terisi.
Gambar 3: Ilustrasi Tipe Gerakan Topling.
- SLIDE, merupakan tipe gerakan yang paling populer karena sering terjadi. Tipe ini berada di tengah - tengah kriteria gerakan di klasifikasi Varnes. Sebagai contoh, tipe gerakan ini dapat terjadi baik pada litologi batuan maupun tanah, batuan beku yang masif maupun batuan sedimen yang berlapis - lapis, material homogen maupun heterogen. Slide dibagi lagi menjadi dua, yaitu Rotational (circular) dan translational (planar).
- Rotational hanya terjadi pada material tanah dan relatif homogen (terdiri dari satu jenis litologi atau tanah lakukan dengan partikel butiran yang mix). Tipe Rotational umumnya dipengaruhi oleh Air tanah dan juga shear resistance dari massa tanah nya. Tipe Rotational ini memiliki ciri longsoran yang bidangnya membentuk setengah lingkaran atau membujur, dan biasanya akan selalu terdapat Settlement di puncak longsoran serta heaving di kaki longsoran.
- Tipe translational kurang lebih memiliki faktor penyebab yang sama dengan Rotational, namun perbedaan mendasar terletak dari jumlah material dalam tubuh lereng. Jika Rotational terjadi pada lereng homogen dengan pengaruh air tanah dan shear resistance, maka di translational terjadi ketika lereng memiliki lebih dari satu lapisan material (heterogen) dan juga dipengaruhi oleh air tanah. Di translational , shear resistance juga berpengaruh, namun karena lapisan materialnya banyak maka akan sering dijumpai nilai - nilai yang berbeda tiap lapisannya, terkadang di bagian atas nilainya tinggi, namun di lapisan bawah nilai nya rendah, nah lapisan dengan shear resistance rendah ini lah yang biasa disebut sebagai weak layer dan dengan mudah dapat diprediksi bahwa kelongsoran akan terjadi pada lintasan kontak stratigrafi weak layer dengan material lainnya. Bidang longsoran pada tipe translational ini relatif lurus karena mengikuti arah kemiringan stratigrafi dari weak layer nya.
- SPREAD, biasa juga disebut Lateral Spread, karena tipe ini memiliki gerakan berupa ekspansi/pemekaran secara lateral. Tipe ini cukup unik, karena apabila pada tipe lain pergerakannya dipengaruhi oleh geometri yang curam, maka tipe lateral spread ini justru terjadi pada geometri yang landai (flat slope). Lateral spread ini dapat terjadi baik pada material sangat halus (lempung) maupun material kasar (pasir), hanya saja mekanisme nya berbeda antara keduanya. Lateral spread yang terjadi pada lempung dapat terjadi apabila material ini memiliki mineral yang tingkat swelling-nya (pengembangan) tinggi, contoh mineral Montmorilonite. Sebagai hasilnya, area yang memiliki konsentrasi tinggi dari mineral tersebut akan memiliki derajat plastisitas yang tinggi. Namun, lateral spread pada lempung tidak akan terjadi apabila tidak ada trigger-nya, dalam hal ini adalah air. Nah, untuk material pasir, fenomena lateral spread yang biasa terjadi umumnya adalah likuefaksi, dimana material pasir kehilangan kekuatannya dalam waktu cepat. Likuefaksi ini dapat terjadi apabila ada area tersebut memiliki dominan material pasir (loose) yang jenuh air, dan tentunya dibantu trigger berupa gempa. Contoh luar biasa pada likuefaksi yang menjadi perbincangan dunia adalah likuefaksi yang terjadi pada saat gempa Palu yang lalu. So, kesimpulannya tipe gerakan ini tidak akan terjadi pada material batuan yang sudah terkompaksi, hanya bisa terjadi pada soil. Air tanah pun menjadi pengaruh sangat besar terhadap timbulnya gerakan ini. Struktur geologi dan geometri tidak memiliki pengaruh pada tipe ini. Untuk kecepatan gerakannya sendiri berbeda – beda, lateral spread pada lempung cenderung memiliki gerakan yang lambat, sedangkan untuk likuefaksi cenderung memiliki gerakan yang tinggi.
- FLOW, atau aliran. Tipe ini secara geometri dapat terjadi pada lereng curam maupun landai, serta tidak ada pengaruh struktur geologi di tipe gerakan ini. Tipe gerakan ini terjadi pada material tanah atau material yang belum terkompaksi secara sempurna. Pada satu kasus, tipe ini bisa terjadi pada material batuan yang sudah hancur/terombak kemudian terbawa suatu arus aliran yang kuat (contoh: lahar). Dari namanya saja kita dapat mengetahui bahwa faktor utama yang mengakibatkan terjadinya gerakan ini adalah air Tanah. Ya, air tanah secara alami sangat dinamis dan memiliki tekanan apabila terperangkap dalam pori – pori bawah permukaan (tekanan air pori). Air tanah yang menekan ini mencoba mencari jalan keluar agar tekanannya berkurang, namun ketika dia sama sekali tidak menemukan jalur keluar sedangkan tubuh lereng semakin jenuh hingga meningkatkan tekanan air pori yang tidak lagi sanggup ditahan oleh tubuh lereng maka terjadilah longsoran dengan tipe flow ini. Secara kasat mata teman – teman dapat melihat longsoran ini benar – benar seperti air yang mengalir, hanya saja bukan 100% air melainkan bercampur dengan material – material bumi lainnya. Kecepatan gerakan ini cukup tinggi, tergantung dari seberapa besar tekanan air pori yang ada dan seberapa besar berat isi dari material lereng yang didorong.
- CREEP, atau biasa disebut rayapan. Tipe ini memiliki kecepatan paling lambat, dan dapat terjadi baik pada tanah maupun batuan. Tipe ini secara kasat mata cukup mudah untuk diidentifikasi, sebagai contoh yang paling umum adalah miringnya tiang listrik atau miringnya tubuh batang-batang pohon. Hadirnya tipe gerakan ini menandakan adanya deformasi yang bekerja pada tubuh lereng tersebut, namun belum terlalu kuat untuk menghasilkan shear failure atau longsoran.
COMPLEX, nah yang terakhir ini adalah tipe gerakan yang disebut sebagai kompleks (rumit) seperti hubunganmu dengannya. Pada tipe ini, terjadi lebih dari satu tipe gerakan yang sudah dijelaskan sebelumnya, sebagai contoh dapat dilihat pada gambar di bawah.
Itulah kedua terminasi yang dipakai oleh Varnes (tipe gerakan & tipe material). Kedua terminasi tersebut kemudian digabungkan untuk menamakan sebuah tipe kelongsoran berdasar cara bergeraknya dan dominasi materialnya, contoh rock fall (jatuhan batu), soil fall (jatuhan tanah), debris slide, debris flow dan lainnya. Di bawah ini adalah gambar dari klasifikasi Varnes (1978).
Kegunaan Klasifikasi Varnes Untuk Back Analysis.
Sampai sesi ini, teman - teman telah mempleajari klasifikasi Varnes diatas. Nah, sekarang saatnya penjelasan terkait kegunaan klasifikasi ini untuk keperluan back analysis. Kalau diperhatikan lebih jelas ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sebuah tipe gerakan pada lereng, yaitu:
- Jenis material
- Geometri
- Struktur geologi
- Air tanah
- Kecepatan pergerakan
Masing - masing deskripsi serta dominasi dari faktor - faktor diatas akan mendikte jenis gerakan yang akan terjadi. Sebagai contoh, ketika kita memiliki sebuah lereng dengan geometri sudut yang sangat curam, material batuan dan banyak terdapat rekahan pada batuan, maka dari ciri - ciri tersebut kita dapat memprediksi bahwa tipe gerakan yang kemungkinan dapat terjadi adalah rockfall.
Berbeda lagi ketika ada sebuah lereng dengan geometri kecuraman sedang (contoh 45°), tidak terdapat struktur geologi, memiliki jenis material lempung pasiran dan cukup jenuh dengan air tanah. Tentunya kecil kemungkinan lereng dengan kriteria tersebut akan mengalami kelongsoran jenis rockfall, apalagi toppling. Lereng tersebut apabila mengalami kelongsoran akan memiliki tipe gerakan slide yang rotational.
Metode ini memiliki sifat induktif-deduktif, artinya dapat memprediksi sebab-akibat. Tidak hanya memprediksi jenis kelongsoran apa yang akan terjadi pada sebuah lereng yang masih stabil, namun dapat juga dipakai untuk menginvestigasi apa penyebab sebuah lereng mengalami longsoran. Sebagai contoh, kita mendapati fenomena longsoran planar pada lereng area low wall di sebuah tambang Batubara, dengan menggunakan klasifikasi Varnes kita dengan mudah mengetahui bahwa lereng ini mengalami kelongsoran diakibatkan oleh adanya weak layer pada tatanan stratigrafi – nya, sehingga menyebabkan satu bidang longsoran yang relatif lurus, mengikuti arah kemiringan dan kemenerusan stratigrafi.
Nah, sebagai panduan, teman – teman dapat menggunakan tabel yang telah saya rangkum di bawah ini.
Verifikasi
Verifikasi dan parameter stabilitas lereng merupakan aspek penting dalam rekayasa geoteknik untuk memastikan keamanan dan kestabilan lereng. Verifikasi dilakukan untuk memverifikasi bahwa parameter-parameter yang digunakan dalam analisis stabilitas lereng telah memenuhi persyaratan keamanan yang ditetapkan.
Parameter-parameter yang mempengaruhi stabilitas lereng meliputi:
Sifat fisik dan mekanik batuan: Sifat fisik dan mekanik batuan seperti kekuatan geser, kepadatan, porositas, dan permeabilitas mempengaruhi stabilitas lereng. Parameter ini dapat diukur melalui pengujian laboratorium atau pengamatan lapangan.
Tinggi muka air tanah: Tinggi muka air tanah dapat mempengaruhi stabilitas lereng karena dapat menyebabkan penurunan kekuatan geser dan peningkatan tekanan air dalam pori-pori tanah. Pengukuran dan pemantauan tinggi muka air tanah penting dalam analisis stabilitas lereng.
Getaran peledakan/gempa bumi: Getaran yang dihasilkan oleh peledakan atau gempa bumi dapat mempengaruhi stabilitas lereng. Parameter ini perlu diperhitungkan dalam analisis stabilitas lereng di daerah yang rentan terhadap aktivitas peledakan atau gempa bumi.
Ground pressure alat-alat berat: Penggunaan alat-alat berat seperti excavator atau bulldozer dapat memberikan tekanan tambahan pada lereng. Ground pressure alat-alat berat perlu diperhitungkan dalam analisis stabilitas lereng.
Struktur massa batuan: Struktur massa batuan seperti patahan atau retakan dapat mempengaruhi stabilitas lereng. Parameter ini perlu diperhatikan dalam analisis stabilitas lereng di daerah dengan kondisi geologi yang kompleks.
Metode yang Digunakan dalam Analisis Stabilitas Lereng
Terdapat beberapa metode yang umum digunakan dalam analisis stabilitas lereng, antara lain:
Metode Analitis: Metode analitis melibatkan perhitungan matematis berdasarkan teori kestabilan lereng. Metode ini umumnya digunakan untuk lereng dengan geometri sederhana dan parameter yang dapat diestimasi dengan baik.
Metode Elemen Hingga: Metode elemen hingga (finite element method) digunakan untuk analisis stabilitas lereng yang lebih kompleks. Metode ini membagi lereng menjadi elemen-elemen kecil dan menghitung respons lereng terhadap beban dan kondisi lingkungan tertentu.
Metode probabilistik: digunakan untuk memperhitungkan ketidakpastian dalam parameter-parameter yang mempengaruhi stabilitas lereng. Metode ini memperlakukan nilai masukan sebagai variabel acak dan menghasilkan distribusi nilai faktor keamanan.
Metode Numerik: Metode numerik seperti metode elemen batas (boundary element method) atau metode elemen tak hingga (finite difference method) digunakan untuk analisis stabilitas lereng dengan memodelkan interaksi antara lereng dan lingkungannya.
Cuckoo Search algoritma: Algoritma Cuckoo Search ini terinspirasi dari perilaku burung Cuckoo dalam mencari sarang untuk meletakkan telurnya. Dalam konteks stabilitas lereng, metode ini dapat digunakan untuk mencari kombinasi parameter desain yang optimal, seperti sudut lereng, sifat tanah, dan tindakan penguatan. Dengan menggunakan algoritma Cuckoo Search, kita dapat mencari solusi yang mendekati optimal dengan melakukan iterasi dan memperbarui solusi secara berulang.
langkah-langkah umum dalam metode stabilitas lereng dengan algoritma Cuckoo Search
Berikut adalah langkah-langkah umum dalam metode stabilitas lereng global dengan algoritma Cuckoo Search:
Inisialisasi: Langkah pertama adalah menginisialisasi populasi awal dari solusi-solusi kandidat. Solusi-solusi ini dapat direpresentasikan sebagai sarang-sarang.
Iterasi: Langkah-langkah 3 hingga 6 diulang untuk sejumlah iterasi tertentu atau sampai kriteria terminasi terpenuhi. Algoritma terus mencari solusi yang lebih baik dengan memperbarui sarang-sarang dan melakukan Lévy Flight secara berulang.
Lévy Flight: Dalam algoritma Cuckoo Search, burung Cuckoo melakukan pergerakan acak yang disebut Lévy Flight. Pergerakan acak ini digunakan untuk menghasilkan solusi-solusi kandidat baru dengan melakukan perubahan kecil pada solusi-solusi saat ini.
Evaluasi Keunggulan: Setiap solusi kandidat dievaluasi menggunakan fungsi keunggulan (fitness function), yang mengukur seberapa baik solusi tersebut dalam memecahkan masalah stabilitas lereng.
Seleksi Sarang: Algoritma memilih sarang-sarang terbaik berdasarkan nilai keunggulannya. Sarang-sarang terbaik ini akan dipertahankan untuk iterasi berikutnya, sedangkan sarang-sarang terburuk akan dibuang.
Penempatan Telur Cuckoo: Beberapa burung Cuckoo meletakkan telurnya di sarang burung lain. Dalam algoritma Cuckoo Search, sebagian sarang-sarang dipilih secara acak, dan solusi-solusi mereka digantikan dengan solusi-solusi baru yang dihasilkan melalui Lévy Flight.
Meninggalkan Sarang: Algoritma secara acak memilih sebagian sarang-sarang dan meninggalkannya. Hal ini dilakukan untuk memperkenalkan keragaman ke dalam populasi dan mencegah algoritma terjebak dalam optimum lokal.
Metode stabilitas lereng dengan algoritma Cuckoo Search telah diterapkan dalam berbagai masalah stabilitas lereng, termasuk analisis stabilitas lereng global, perencanaan desain lereng, dan bagaimana meningkatkan stabilitas lereng yang ada. Metode ini telah menunjukkan hasil yang general (global) dan terbukti efektif dalam mencari solusi mendekati optimal.
Pemilihan metode yang tepat tergantung pada kompleksitas lereng, ketersediaan data, dan tujuan analisis stabilitas lereng. Metode yang digunakan harus dapat memberikan hasil yang akurat dan dapat diandalkan untuk memastikan keamanan dan kestabilan lereng.
Kesimpulan
Tibalah kita pada kesimpulan metode pertama yang kita bahas ini. Klasifikasi tipe gerakan tanah yang dibuat oleh Varnes bisa dimanfaatkan untuk memberikan langkah induktif-deduktif dalam hal kelongsoran lereng, baik di tahap prediksi maupun tahapan back analysis terhadap lereng yang telah longsor. Kekurangan dari metode ini adalah tidak adanya perhitungan kuantitatif terhadap perubahan nilai properti lereng saat longsor (c' & phi'), namun kelebihan dari metode ini adalah kita tidak memerlukan nilai-nilai dari uji laboratorium tersebut untuk mengetahui penyebab kelongsoran sebuah lereng, atau kemungkinan jenis longsoran yang akan terjadi pada sebuah lereng. Cukup menggunakan pengamatan megaskopis terhadap kecuraman geometri, dominan material, kondisi stratigrafi, keterdapatan struktur geologi dan air tanah.
Analisis kinematika untuk stabilitas Lereng
Analisis kinematika adalah salah satu metode yang digunakan dalam menganalisis kestabilan lereng. Metode ini melibatkan pemodelan gerakan material lereng dan mempelajari interaksi antara struktur geologi, orientasi lereng, dan sudut geser batuan. Berikut adalah beberapa poin penting terkait analisis kinematika untuk lereng:
- Analisis kinematika bertujuan untuk mengidentifikasi tipe longsor yang berpotensi terjadi pada lereng batuan yang terkekarkan dan terlapukkan secara geologi.
- Parameter yang digunakan dalam analisis kinematika meliputi orientasi struktur geologi, orientasi lereng, dan sudut geser batuan.
- Analisis kinematika dapat membantu dalam membuat desain lereng yang aman dan memprediksi kestabilan lereng dengan menghasilkan faktor keamanan (FK).
- Metode kinematika melibatkan pemodelan gerakan material lereng tanpa menganalisis gaya-gaya yang bekerja pada lereng.
- Analisis kinematika sering digunakan pada tahap awal dalam melakukan analisis kestabilan lereng sebelum melangkah ke tahap analisis yang lebih mendalam.
Penting untuk mencatat bahwa analisis kinematika adalah salah satu metode yang digunakan dalam menganalisis kestabilan lereng, dan ada berbagai metode lain yang juga dapat digunakan tergantung pada kompleksitas dan karakteristik lereng yang sedang dianalisis. Selalu penting untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut dan berkonsultasi dengan ahli geoteknik untuk memilih metode yang paling sesuai dengan kebutuhan proyek Anda.
Perbandingan Analisis Stabilitas Software GeoStudio, PLAXIS, dan Slide
Dalam analisis stabilitas lereng dan perencanaan geoteknik, ada beberapa perangkat lunak yang sering digunakan, termasuk GeoStudio, PLAXIS, dan Slide. Berikut adalah perbandingan antara ketiga perangkat lunak tersebut:
GeoStudio:
- GeoStudio adalah paket perangkat lunak yang mencakup beberapa modul, termasuk SLOPE/W untuk analisis stabilitas lereng, SEEP/W untuk analisis infiltrasi air, dan SIGMA/W untuk analisis tegangan dan deformasi.
- GeoStudio menyediakan antarmuka pengguna yang intuitif dan dapat digunakan untuk menganalisis berbagai masalah geoteknik, termasuk stabilitas lereng, perencanaan pondasi, dan analisis deformasi tanah.
- GeoStudio juga memiliki kemampuan untuk memodelkan kondisi tanah yang kompleks, seperti tanah jenuh air, tanah berbutir halus, dan tanah dengan sifat mekanik yang berubah-ubah.
PLAXIS:
- PLAXIS adalah perangkat lunak geoteknik yang kuat dan umum digunakan untuk analisis stabilitas lereng, perencanaan pondasi, dan analisis deformasi tanah.
- PLAXIS memiliki kemampuan untuk memodelkan berbagai jenis material tanah dan batuan, termasuk tanah jenuh air, tanah berbutir halus, dan batuan keras.
- PLAXIS juga menyediakan antarmuka pengguna yang intuitif dan fitur-fitur yang kuat untuk menganalisis stabilitas lereng, termasuk analisis metode elemen hingga dan metode batas.
Slide:
- Slide adalah perangkat lunak yang dirancang khusus untuk analisis stabilitas lereng.
- Slide memiliki kemampuan untuk memodelkan berbagai jenis lereng, termasuk lereng batuan, lereng tanah, dan lereng dengan perkuatan.
- Slide menyediakan antarmuka pengguna yang intuitif dan fitur-fitur yang kuat untuk menganalisis stabilitas lereng, termasuk analisis metode elemen hingga dan metode batas.
- Slide juga memiliki kemampuan untuk memodelkan perkuatan lereng, seperti dinding penahan tanah, anker, dan jaring geotekstil.
Perbandingan:
- Ketiga perangkat lunak ini memiliki kemampuan yang kuat dalam menganalisis stabilitas lereng dan masalah geoteknik lainnya.
- GeoStudio memiliki keunggulan dalam memodelkan kondisi tanah yang kompleks dan menyediakan modul-modul tambahan untuk analisis infiltrasi air dan tegangan-deformasi.
- PLAXIS memiliki kemampuan yang luas dalam memodelkan berbagai jenis material tanah dan batuan, serta menyediakan metode analisis yang berbeda.
- Slide fokus pada analisis stabilitas lereng dan memiliki fitur-fitur yang kuat untuk memodelkan perkuatan lereng.
- Pemilihan perangkat lunak tergantung pada kebutuhan spesifik proyek dan preferensi pengguna.
Catatan: Penting untuk dicatat bahwa informasi di atas didasarkan pada hasil pencarian dan pengetahuan umum tentang perangkat lunak tersebut. Sebaiknya melakukan penelitian lebih lanjut dan berkonsultasi dengan ahli geoteknik untuk memilih perangkat lunak yang paling sesuai dengan kebutuhan proyek Anda.
Penutup
Sekian Penjelasan Singkat Mengenai Klasifikasi Gerakan Tanah (Varnes, 1978).. Semoga Bisa Menambah Pengetahuan Kita Semua.