بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
إِنَّالْـحَمْدَنَـحْمَدُهُ
وَنَسْتَـعِيْنُهُ وَنَسْتَغْـفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّـئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِاللهُ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ
أَنْلَاإِلٰـهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَـهُ ، وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُـهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Segala
puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan
kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan
kejelekan amalan-amalan kami. Siapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak
ada yang dapat menyesatkannya dan siapa yang Allah sesatkan, maka tidak
ada yang dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwa tidak ada
ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tidak ada
sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan
utusan Allah.
Nikmat yang Allah Karuniakan Sangat Banyak Tidak Terhingga
Alhamdulillah
kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala nikmat yang
tidak terhingga. Kalau kita mau hitung nikmat-nikmat Allah, maka kita
tidak akan bisa dan tidak akan mampu menghitungnya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَآتَاكُمْ
مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا
تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan
Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya.
Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat
menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari
(nikmat Allah).”[Ibrahim/14:34]
Kalau kita bandingkan antara
nikmat-nikmat Allah yang kita peroleh dengan musibah, pasti yang banyak
adalah nikmat. Adapun musibah hanya sebentar tidak lama.
Alhamdulillah segala puji bagi Allah atas segala nikmat yang Allah karuniakan kepada seluruh makhluk-Nya.
Alhamdulillah
segala puji bagi Allah atas semua nikmat yang Allah karuniakan kepada
hamba-hamba-Nya yang beriman dan taat kepada-Nya.
Nikmat Allah
yang Allah karuniakan kepada kita sangatlah banyak tidak terhingga.
Semua yang ada pada kita, yang kita peroleh dan nikmati, dan yang
diperoleh dan dinikmati oleh seluruh makhluk, semua datangnya dari Allah
Rabbul ‘Aalamiin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ
“Dan
segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah, kemudian apabila
kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta
pertolongan.”[An-Nahl/16: 53]
Allah Tabaraka wa Ta’ala Menciptakan Manusia Untuk Memberikan Cobaan dan Ujian
Alhamdulillah
segala puji bagi Allah yang telah menciptakan segala sesuatu dan segala
puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik
ciptaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” [At-Tiin/95:4]
Allah menciptakan manusia penuh dengan cobaan dan ujian yang akan manusia hadapi di dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah” [Al-Balad/90:4]
Allah
Subhanahu wa Ta’ala menciptakan Nabi Adam Alaihissallam dari tanah di
Sorga dengan kedua tangan Allah yang mulia, kemudian Allah menciptakan
manusia keturunan Adam dari setetes air mani. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
إِنَّا
خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ
فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا ﴿٢﴾ إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا
شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
“Sungguh,
Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang
Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami
jadikan dia mendengar dan melihat. Sungguh, Kami telah menunjukkan
kepadanya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur.”
[Al-Insaan/76:2-3]
Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia
dan Allah tunjuki manusia ke jalan yang membawa manusia kepada
kebahagiaan dan yang membawa kepada celaka.
Imam Mujahid bin Jabr
(wafat th. 104 H) rahimahullah mengatakan, “maksud dari ﱡإِنَّا
هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ ‘Sungguh, Kami telah menunjukkan kepadanya
jalan yang lurus’, yang dimaksud adalah jalan celaka dan jalan
bahagia”[1]
Di dalam ayat tersebut Allah menjelaskan jalan-jalan kebaikan dan jalan-jalan keburukan (kesesatan).[2]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“Yang
menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun.”
[Al-Mulk/67:2]
Makna “…untuk menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya…” Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan,
“Yang paling ikhlas dan paling benar.” Orang-orang bertanya, “Wahai Abu
‘Ali! Apa yang dimaksud dengan yang paling ikhlas dan paling benar itu?”
Beliau menjawab, “Sesungguhnya amal apabila dilakukan dengan ikhlas
namun tidak benar, maka tidak akan diterima. Dan apabila dilakukan
dengan benar namun tidak ikhlas, maka tidak akan diterima hingga ia
dilakukan dengan ikhlas dan benar. Yang dilakukan dengan ikhlas ialah
hanya ditujukan untuk Allah Tabaraka wa Ta’ala, sedangkan yang benar
ialah sesuai dengan Sunnah.”[3]
Cobaan dan Ujian Merupakan Sunnatullah dalam Kehidupan
Hidup ini tidak bisa lepas dari cobaan dan ujian, bahkan cobaan dan ujian merupakan Sunnatullah dalam kehidupan.
Hidup
ini penuh dengan ujian dan cobaan dan itu merupakan Sunnatullah yang
tidak akan bisa berubah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
سُنَّةَ مَنْ قَدْ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنْ رُسُلِنَا ۖ وَلَا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحْوِيلًا
“(Yang
demikian itu) merupakan ketetapan bagi para rasul Kami yang Kami utus
sebelum engkau, dan tidak akan engkau dapati perubahan atas ketetapan
Kami.” [Al-Israa’/17:77]
سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ ۖ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلًا
“Sebagai
sunnah Allah yang (berlaku juga) bagi orang-orang yang telah terdahulu
sebelum(mu), dan engkau tidak akan mendapati perubahan pada sunnah
Allah.” [Al-Ahzab/33:62]
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
اسْتِكْبَارًا
فِي الْأَرْضِ وَمَكْرَ السَّيِّئِ ۚ وَلَا يَحِيقُ الْمَكْرُ السَّيِّئُ
إِلَّا بِأَهْلِهِ ۚ فَهَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا سُنَّتَ الْأَوَّلِينَ ۚ
فَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّتِ اللَّهِ تَبْدِيلًا ۖ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّتِ
اللَّهِ تَحْوِيلًا
“Karena
kesombongan (mereka) di bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat.
Rencana yang jahat itu hanya akan menimpa orang yang merencanakannya
sendiri. Mereka hanyalah menunggu (berlakunya) ketentuan kepada
orang-orang yang terdahulu. Maka kamu tidak akan mendapatkan perubahan
bagi Allah, dan tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi ketentuan
Allah itu.” [Faathir/35:43]
Manusia akan diuji dengan segala
sesuatu, baik dengan hal-hal yang disenanginya dan disukainya maupun
dengan berbagai perkara yang dibenci dan tidak disukainya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap
yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya
kepada Kami.” [Al-Anbiyaa’/21:35]
Tentang ayat ini, Ibnu ‘Abbas
Radhiyallahu anhuma mengatakan, “Kami akan menguji kalian dengan
kesulitan dan kesenangan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan
kefakiran, halal dan haram, ketaatan serta maksiat, petunjuk dan
kesesatan.”[4]
Dalam riwayat lain darinya, “Dengan kesenangan dan kesulitan, dan keduanya merupakan cobaan.”[5]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَقَطَّعْنَاهُمْ
فِي الْأَرْضِ أُمَمًا ۖ مِنْهُمُ الصَّالِحُونَ وَمِنْهُمْ دُونَ ذَٰلِكَ
ۖ وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ
يَرْجِعُونَ
“Dan
Kami pecahkan mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di
antaranya ada orang-orang yang saleh dan ada yang tidak demikian. Dan
Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang
buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).”[Al-A’raaf/7:168]
Ibnu
Jarirath-Thabari rahimahullah menafsirkan, “Kami menguji mereka dengan
kemudahan dalam kehidupan, dan dengan kesenangan dunia serta kelapangan
rizki. Inilah yang dimaksud dengan kebaikan-kebaikan (الـحَسَنَاتُ) yang
Allah sebutkan (dalam ayat). Sedangkan yang buruk-buruk (السَّيِّئَاتُ)
adalah kesempitan dalam hidup, kesulitan, musibah, serta sedikitnya
harta. Adapun (لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ) “agar mereka kembali”, yaitu
kembali taat kepada Rabb, agar kembali kepada Allah dan bertaubat dari
perbuatan dosa dan maksiat (yang mereka lakukan).”[6]
Ibnu Katsir
rahimahullah berkata: “Kami menguji mereka dengan kemudahan, kesulitan,
kesenangan, rasa takut, ‘afiat, dan bencana.”[7]
Dari ayat-ayat
di atas, kita tahu bahwa berbagai macam penyakit itu merupakan bagian
dari cobaan-cobaan Allah yang diberikan kepada hamba-Nya, dan ia
merupakan Sunnatullah yang telah ditetapkan berdasarkan rahmat dan
hikmah-Nya.
Ketahuilah wahai saudaraku yang sedang terkena wabah,
yang sedang sakit atau yang sedang tertimpa musibah, atau yang sedang
mengalami kesulitan, kefakiran, kemiskinan, kelaparan dan lainnya, bahwa
sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala tidak menetapkan sesuatu, baik
itu takdir kauni atau syar’i, melainkan di dalamnya terkandung kebaikan
dan rahmat bagi hamba-Nya. Di dalam cobaan wabah virus Corona ini
terkandung hikmah yang amat besar yang tidak mungkin bisa dinalar oleh
akal manusia.
Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata, “Andai kata kita bisa menggali hikmah
Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang
dari ribuan hikmah. Namun, akal kita sangatlah terbatas, pengetahuan
kita terlalu sedikit, dan ilmu semua makhluk akan sia-sia (tidak ada
artinya) jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu
yang sia-sia (tidak ada artinya) di bawah sinar matahari. Dan ini pun
hanya gambaran saja, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran
ini.”[8]
Berbagai cobaan, ujian, penderitaan, wabah, penyakit,
kesulitan, dan kesengsaraan mempunyai manfaat dan hikmah yang sangat
banyak.
Allah Tabaraka wa Ta’ala menciptakan makhluk-Nya untuk
memberikan cobaan dan ujian, lalu dia menuntut konsekuensi dari
kesenangan, yaitu bersyukur dan konsekuensi dari kesusahan, yaitu sabar.
Hal ini tidak bisa terjadi kecuali jika Allah membalikkan berbagai
keadaan manusia sehingga peribadahan manusia kepada Allah menjadi jelas.
Jika
seseorang benar-benar beriman, maka segala urusannya merupakan
kebaikan. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur dan ketika susah, ia
bersabar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجَبًا
لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ
لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ
خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ.
“Sungguh
amat menakjubkan urusan orang Mukmin, sesungguhnya semua urusannya
merupakan kebaikan, dan hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang Mukmin.
Jika dia mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan
kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan itu
merupakan kebaikan baginya.”[9]
Baca Juga Kemaksiatan Sebagai Sebab Turunnya Adzab
Orang yang Beriman Pasti Diberikan Cobaan dan Ujian oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
أَحَسِبَ
النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
﴿٢﴾ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ
اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Apakah
manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan,
“Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah
menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui
orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.”
[Al-‘Ankabuut/29:2-3]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (wafat
th. 774 H) mengatakan, أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا
آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan
dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka
tidak diuji?”, ini adalah istifhaaminkariy (pertanyaan yang bersifat
mengingkari). Maknanya, bahwa Allah Tabaraka wa Ta’ala harus menguji
hamba-hamba-Nya yang beriman sesuai dengan kadar keimanan yang mereka
miliki. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman di ayat yang lain,
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ
“Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi
Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata
orang-orang yang sabar.” [Ali ‘Imraan/3:142]
وَلَقَدْ فَتَنَّا
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا
وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ “Dan sungguh, Kami telah menguji
orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang
benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”, Allah sudah
menguji orang-orang sebelum mereka, yaitu orang-orang yang jujur dalam
pengakuan keimanannya dari orang-orang yang dusta dalam perkataan dan
pengakuannya. Allah Maha Mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang
akan terjadi, apa yang belum terjadi seandainya terjadi dan bagaimana
terjadinya. Ini merupakan sesuatu yang disepakati oleh para Imam Ahlus
Sunnah wal Jama’ah.[10]
Syaikh Muhammad al-Amin bin Muhammad
al-Mukhtar asy-Syinqithiy rahimahullah (wafat th. 1393 H), “Makna ayat
(di atas), bahwasanya manusia tidak akan dibiarkan oleh Allah Tabaraka
wa Ta’ala tanpa fitnah yaitu cobaan dan ujian, karena mereka berkata,
‘Kami beriman’. Bahkan apabila mereka berkata, ‘Kami beriman’, maka
mereka pasti dicoba dan diuji dengan berbagai macam cobaan dan ujian,
sehingga jelas dengan cobaan dan ujian tersebut siapa yang jujur dengan
perkataan beriman dan siapa yang tidak jujur.[11]
Satu hal yang
mustahil di dunia ada orang yang tidak diuji oleh Allah, kalau ada
mestinya yang pertama kali adalah orang-orang yang dicintai Allah yaitu
para Nabi dan Rasul عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ. Seluruh
Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ adalah
orang-orang yang diuji oleh Allah dengan ujian yang berat, padahal
mereka ma’shum[12] (terpelihara dari dosa).
Para Nabi dan Rasul عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ Mereka Diuji oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala dengan Ujian yang Berat
Nabi
Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Ya’qub, Nabi Yusuf, Nabi Musa, Nabi
Ayyub, Nabi Zakaria, Nabi Yahya, Nabi ‘Isa, dan Nabi Muhammad عَلَيْهِمُ
الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ. mereka semua diuji oleh Allah Tabaraka wa
Ta’ala.
Nabi Nuh Alaihisshalatu wa sallam, Rasul yang pertama
Allah uji dengan istrinya dan anaknya yang kufur, menentang Nabi Nuh dan
tidak mau mengikuti agama Islam yang dibawa Nabi Nuh Alaihisshalatu wa
sallam. Bagaimana Nabi Nuh Alaihisshalatu wa sallam melihat anaknya
tenggelam di telan air bah dan ombak yang besar bersama orang-orang yang
membangkang. Belum lagi ujian Nabi Nuh Alaihisshalatu wa sallam sebelum
itu di ejek, dihina, dan diolok-olok oleh kaumnya.
Kemudian Nabi
Ibrahim Alaihisshalatu wa sallam diuji oleh Allah dengan bapaknya yang
membuat patung dan menyembah berhala, diuji juga dengan dilemparkan ke
dalam api, diuji setelah menunggu lama kelahiran anaknya yang tercinta
yaitu Ismail Alaihissalam agar anaknya disembelih atas perintah Allah,
kemudian Allah ganti dengan domba yang besar, dan ujian-ujian yang
lainnya, Nabi Ibrahim Alaihisshalatu wa sallam pun sabar atas cobaan dan
ujian tersebut.
Kemudian Allah uji Nabi Musa Alaihisshalatu wa
sallam dengan Bani Israil, Fir’aun, Samiri, dan ujian-ujian lainnya yang
banyak sekali. Nabi Musa Alaihisshalatu wa sallam pun sabar atas cobaan
dan ujian tersebut.
Dan orang Yahudi juga berusaha untuk
membunuh Nabi Isa Alaihisshalatu wa sallam, kemudian usaha mereka
digagalkan oleh Allah, Allah mengangkat Nabi Isa Alaihisshalatu wa
sallam ke Langit.
Kemudian yang paling banyak cobaan dan ujiannya
adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari mulai lahir
sampai beliau wafat.
Bagaimana beliau di Mekkah dicela, diejek,
dilempari kotoran binatang ketika shalat di depan Ka’bah, diusir,
diboikot, diancam mau dibunuh beberapa kali, bahkan para shahabatnya
Radhiyallahu anhum disiksa, dibunuh, diusir, dan lainnya.
Nabi Ayyub Alaihishalatu wa sallam diuji oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala dengan Penyakit yang Parah
Penderitaan
dan penyakit Nabi Ayyub Alaihissallam sungguh sangat berat. Nabi Ayyub
Alaihissallam terkena penyakit yang amat parah selama 18 (delapan belas)
tahun. Tidak hanya itu saja, bahkan Allah mewafatkan anak-anaknya yang
ia cintai, begitu pula hartanya habis, ia menjadi orang yang fakir, ia
hanya ditemani oleh istrinya dan dua orang temannya yang membantunya
setiap hari.[13] Namun semua ujian dan cobaan itu diterima Nabi Ayyub
Alaihisallam dengan sabar. Beliau Alaihisallam sabar dan ridha dengan
takdir Allah yang pahit. Ia berkata dan berbuat dengan apa-apa yang
diridhai oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Allah Tabaraka wa Ta’ala memuji kesabaran Nabi Ayyub Alaihissallam di dalam firman-Nya,
وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِبْ بِهِ وَلَا تَحْنَثْ ۗ إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا ۚ نِعْمَ الْعَبْدُ ۖ إِنَّهُ أَوَّابٌ
“Dan
ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan
janganlah engkau melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub)
seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat
(kepada Allah).”[Shaad/38:44]
Nabi Ayyub Alaihissallam senantiasa
berdo’a terus kepada Allah, memohon kepada Allah agar Allah
mengampuninya dan mengangkat penyakitnya. Allah Tabaraka wa Ta’ala
berfirman,
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“Dan
(ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, ‘(Ya
Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang
Maha Penyayang dari semua yang penyayang.’” [Al-Anbiyaa’/21:83]
ﱠ ارْكُضْ بِرِجْلِكَ ۖ هَٰذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ
“(Allah berfirman), ‘Hentakkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.’” [Shaad/38:42]
Dengan
kesabaran Nabi Ayyub Alaihissallam dalam menghadapi cobaan dan ujian
dari Allah Tabaraka wa Ta’ala, Nabi Ayyub Alaihissallam sembuh dari
penyakit, seolah-olah belum pernah sakit sebelumnya, ia mendapatkan
nikmat dari Allah. Allah memberikan kembali kekayaan yang dimilikinya
dulu, bahkan lebih baik dan lebih banyak. Allah mengganti dengan
lahirnya anak-anak sebagai ganti dari anak-anaknya yang sudah meninggal,
bahkan jumlah anaknya lebih banyak, lebih baik, dan juga sholeh dan
sholehah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَاسْتَجَبْنَا
لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِنْ ضُرٍّ ۖ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ
وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَذِكْرَىٰ لِلْعَابِدِينَ
“Maka
Kami kabulkan (doa)nya, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya
dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan (Kami lipat gandakan
jumlah mereka) sebagai suatu rahmat dari Kami, dan untuk menjadi
peringatan bagi semua yang menyembah Kami.” [Al-Anbiyaa’/21:84]
Semua
ini berkat kesabaran Nabi Ayyub Alaihissallam dengan cobaan dan ujian
yang berat yang Allah timpakan kepadanya, agar menjadi contoh bagi
manusia tentang kesabaran dalam menghadapi penyakit, hartanya yang
habis, menjadi fakir dengan sebab ujian tersebut, dan anak-anaknya semua
meninggal dunia, dan lainnya. Beliau Alaihissallam terus berdo’a minta
tolong kepada Allah bahwa tidak ada yang dapat menghilangkan atau
mengangkat penyakit, bala’, wabah, kecuali hanya Allah semata. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَإِنْ
يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِنْ
يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ ۚ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ
مِنْ عِبَادِهِ ۚ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Dan
jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada yang dapat
menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi
kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan
kebaikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya.
Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [Yunus/10:107]
أَمَّنْ
يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ
خُلَفَاءَ الْأَرْضِ ۗ أَإِلَٰهٌ مَعَ اللَّهِ ۚ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ
“Bukankah
Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan
apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan dan
menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah di
samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sedikit sekali (nikmat Allah) yang
kamu ingat.” [An-Naml/27: 62]
Ujian Manusia Bertingkat-Tingkat Tergantung Imannya
Manusia diberikan cobaan dan ujian oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala tergantung kadar keimanan mereka.
Dari
Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu, beliau bertanya: Wahai
Rasulullah, Siapakah manusia yang paling berat ujiannya? Maka beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلْأَنْبِيَاءُ
ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ
دِيْنِهِ فَإِنْ كَانَ دِيْنُهُ صُلْبًا اِشْتَدَّ بَلَاؤُهُ وَإِنْ
كَانَفِيْ دِيْنِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِيْنِهِ فَمَا
يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى
الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ.
“(Orang
yang paling berat ujiannya adalah) para nabi, kemudian yang semisalnya
dan yang semisalnya, diuji seseorang sesuai dengan kadar agamanya, kalau
kuat agamanya maka semakin keras ujiannya, kalau lemah agamanya maka
diuji sesuai dengan kadar agamanya. Maka senantiasa seorang hamba diuji
oleh Allah sehingga dia dibiarkan berjalan di atas permukaan bumi tanpa
memiliki dosa.”[14]
Dari Abu Sa’idal-Khudri Radhiyallahu anhu
beliau bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat
ujiannya?’, maka beliau bersabda,
أَشَدُّ
النَّاسِ بَلَاءً الْأَنْبِيَاءُ، قُلْتُ: يَارَسُوْلُ اللهِ، ثُمَّ مَنْ؟
قَالَ: ثُمَّ الصَّالِحُوْنَ، إِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ لَيُبْتَلَى
بِالْفَقْرِ حَتَّى مَا يَجِدُ أَحَدُهُمْ إِلَّا الْعَبَاءَةَ
يُحَوِّيْهَا، وَإِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ لَيَفْرَحُ بِالْبَلَاءِ كَمَا
يَفْرَحُ أَحَدُهُمْ بِالرَّخَاءِ.
“Orang
yang paling berat ujiannya adalah para Nabi’, aku berkata, ‘Wahai
Rasulullah, kemudian siapa lagi?’ Beliau bersabda, ‘Kemudian orang-orang
sholeh. Sesungguhnya seorang dari mereka (dari orang-orang sholeh)
diuji dengan kefakiran (kemiskinan), sehingga seorang dari mereka tidak
mempunyai kecuali hanya satu pakaian saja yang dapat menutupi
(auratnya). Dan sesungguhnya seorang dari mereka sungguh bergembira
dengan bala’ (cobaan, ujian, musibah) yang menimpanya, sebagaimana
seorang dari kalian bergembira di waktu lapang (kaya).[15]
Baca Juga Faedah Bencana
Dari Anas Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
عِظَمَ الْـجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ، وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى إِذَا
أَحَبَّ قَوْمًا اِبْتَلاَهُمْ ، وَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ
سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ.
“Sungguh,
besarnya pahala setimpal dengan besarnya cobaan; dan sungguh, Allah
Tabaraka wa Ta’ala apabila mencintai suatu kaum, Allah menguji mereka
(dengan cobaan). Barang siapa yang ridha maka baginya keridhaan dari
Allah, sedang barang siapa yang marah maka baginya kemarahan dari
Allah.[16]
Dalam hadits-hadits di atas menunjukkan bahwasanya
ujian manusia itu bertingkat-tingkat, ujian orang-orang sholeh lebih
berat, dan diantara kaum Muslimin yang ada sekarang ini belum lah sama
ujian mereka dengan ujian orang-orang terdahulu. Ujian orang-orang
terdahulu lebih berat, lebih sulit, dan bahkan banyak sekali memakan
korban jiwa. Ujian berupa penyakit, kematian, kemiskinan, kelaparan, dan
tantangan di medan dakwah. Ujian yang Allah berikan kepada kaum
Muslimin pada zaman sekarang ini lebih ringan dibanding pada zaman
dahulu. Misalnya dibunuhnya kaum Muslimin, pada zaman dahulu banyak kaum
Muslimin yang disiksa, dibunuh, bahkan ratusan ribu kaum Muslimin yang
dibunuh. Bahkan para Nabi banyak yang dibunuh, sebagaimana Allah
sebutkan dalam surat Al-Baqarah/2: 61, Ali ‘Imraan/3: 21-22,112.
Sedangkan seorang Nabi lebih mulia dari ratusan ribu manusia. Begitu
pula ujian kelaparan, kefakiran, dan penyakit umat terdahulu lebih parah
dibanding pada zaman sekarang. Seperti pada zaman dahulu ketika
penyakit Tha’uun (wabah penyakit menular) menimpa para Shahabat,
Tabi’iin dan seterusnya, yang membinasakan ribuan bahkan puluhan ribu
kaum Muslimin yang meninggal. Sangat berat cobaan dan ujian mereka.
Allahul Musta’aan. Allahumma Inna Nas-alukalal-‘Afwa wal ‘Afiyah.
Tujuannya
Allah jadikan mereka sebagai contoh teladan bagi ummat Islam, bagaimana
kuatnya iman mereka, tawakkal mereka kepada Allah, rasa harap mereka
kepada Allah, dan yang paling penting lagi bagaimana kesabaran mereka
dalam menghadapi cobaan dan ujian. Dan Sorga disediakan bagi orang-orang
yang sabar. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
قُلْ
يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ ۚ لِلَّذِينَ
أَحْسَنُوا فِي هَٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ ۗ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ ۗ
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Katakanlah
(Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Bertakwalah kepada
Tuhanmu.”Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh
kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah
yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” [Az-Zumar/39:10]
وَالَّذِينَ
صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ
وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ
بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ ﴿٢٢﴾
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ
وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ
عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ ﴿٢٣﴾ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ
فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
“Dan
orang yang sabar karena mengharap keridhaan Tuhannya, melaksanakan
shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada
mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan
dengan kebaikan; orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang
baik),(yaitu) surga-surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan
orang yang saleh dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya dan anak
cucunya, sedangkan para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari
semua pintu ; (sambil mengucapkan), “Selamat sejahtera atasmu karena
kesabaranmu.” Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu.”
[Ar-Ra’du/13: 22-24]
Wajib Beriman kepada Takdir Baik dan Buruk
Kondisi
yang ada sekarang ini yang kita lihat, kita wajib mengimani tentang
takdir yang buruk, takdir yang pahit, dan bahwasanya dengan adanya
cobaan dan ujian wabah virus Covid-19, banyak kaum Muslimin yang
meninggal dunia, banyak juga orang-orang kafir yang mati setiap hari.
Adanya wabah virus Covid-19 ini dan adanya himbauan untuk di rumah saja,
maka menimbulkan problem baru di masyarakat. Otomatis dengan adanya
wabah virus Covid-19 ini roda perekonomian jadi lesu bahkan macet.
Orang-orang miskin dan orang-orang yang susah tambah banyak, yang di PHK
banyak, pengangguran pun tambah banyak. Yang seperti ini menimbulkan
penyakit baru, yaitu penyakit stres, takut kena virus Corona dengan
ketakutan yang berlebihan, sampai orang yang kena virus Covid-19
kemudian meninggal jenazahnya dibenci oleh masyarakat bahkan ditolak??
Sehingga jenazahnya tidak dishalatkan dan tidak bisa dikuburkan?? Apakah
ini bukan kezhaliman? Atau masyarakat sudah hilang hati nurani dan
akalnya?? Bagaimana yang meninggal dari keluarga kita kemudian
diperlakukan seperti itu?? ini kondisi yang sudah sakit. Nas-alullaha
as-Salaamatawal-‘Afiyah.
Begitu pula ketakutan yang berlebihan
berkaitan dengan ibadah shalat di masjid, sampai tidak mau ke masjid
untuk shalat berjama’ah, shalat Jum’at, tapi kerja masih jalan, masih
suka ke pasar dan ke mall untuk belanja? Kenapa shalat berjama’ah di
masjid ditempat yang bersih dan tidak kena wabah takut?? Shalat jum’at
takut? Kenapa takut berlebihan??[17] Ingat bahwa kematian merupakan satu
kepastian. Kalo sudah datang ajalnya, kita pasti mati, bagaimanapun
keadaannya. Kita wajib menjaga diri dan berhati-hati sesuai petunjuk
dari pihak yang berwenang dan ahli dalam masalah ini.
Kemudian
problem lain yang timbul akibat wabah Corona ini adalah timbulnya
kerugian yang banyak dari para pengusaha kecil, pedagang-pedagang kecil,
guru-guru dan lainnya. Membuat mereka tidak punya penghasilan, tidak
punya uang, tidak bisa beli apa-apa, kelaparan, dan lainnya.
Inilah
kehidupan, inilah cobaan, inilah ujian. Kita wajib melihat bahwa semua
ini Allah yang menakdirkan dan Allah sudah tulis dalam Lauh Mahfuzh
sebelum Allah menciptakan langit dan bumi. Kewajiban kita mengimani
bahwa Allah yang menakdirkan semua ini, kita wajib meyakini bahwa Allah
Maha Adil, Maha Sayang kepada hamba-hamba-Nya. Dan semua itu ada
hikmahnya, dan apa yang Allah takdirkan semuanya baik.
Iman
kepada takdir ada dua, sebagaimana di dalam hadits Jibril ketika
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang apa itu iman?
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
أَنْ
تُؤْمِنَ بِاللهِ ، وَمَلَائِكَتِهِ ، وَكُتُبِهِ ، وَرُسُلِهِ ،
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.
”Iman
adalah engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari Akhir, dan beriman kepada takdir
Allah yang baik dan yang buruk.”[18]
Kita wajib mengimani takdir
yang baik maupun takdir yang buruk, yang manis maupun yang pahit.
Seluruh manusia tidak akan bisa menolak, ataupun menghindar dari takdir
Allah. Semua berjalan menurut apa yang Allah sudah takdirkan, termasuk
yang sekarang ini sedang menimpa kaum Muslimin. Apakah itu bentuknya
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, kekurangan jiwa (banyak orang
yang mati), dan kurangnya bahan-bahan makanan, buah-buahan dan lain
sebagainya. Ini semua merupakan cobaan dari Allah.
Kalau semua
terjadi di langit dan di bumi dan di alam semesta, dari hidup mati,
senang susah, panas dingin, sehat sakit, kaya miskin, rasa aman takut,
dan lainnya semua Allah sudah takdirkan, maka kewajiban kita dalam
kondisi susah, sulit, fakir, sakit, ada yang meninggal dalam keluarga
kita maupun masyarakat, kewajiban kita sabar, dengan mengimani dengan
seyakin-yakinnya bahwa Allah Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Kasih dan
Sayang. Kita sabar dengan melaksanakan perintah-perintah Allah,
menjauhkan larangan-larangan-Nya, menjauhkan dosa-dosa dan maksiat. Dan
sabar dengan tidak berkeluh kesah, tidak marah, tidak kesal terhadap
takdir Allah. Berkeluh kesah, marah, bersedih, dan putus asa tidak dapat
menghilangkan musibah, bencana, dan wabah yang sedang kita hadapi ini.
Kabar Gembira Bagi Orang yang Sabar
______
Footnote
[1] Tafsiirath-Thabari(XIV/251, no. 35767) cet. 1 Daarul A’lam-Jordan, th. 1423 H.
[2] Tafsiir Ibnu Katsiir (VIII/286) cet. III Daar Thaybah, th. 1426 H.
[3]
Lihat Tafsiiral-Baghawi Ma’aalimut Tanziil (IV/435) cet. Daar Thaybah,
dan al-‘Ubudiyyah (hlm. 84-85), tahqiq Syaikh Ali Hasan.
[4] Tafsiir ath-Thabari (X/35, no. 24590) cet. 1 Daarul A’lam-Jordan, th. 1423 H.
[5] Tafsiir ath-Thabari (X/35, no. 24587) cet. 1 Daarul A’lam-Jordan, th. 1423 H.
[6] Tafsiir ath-Thabari (VI/131). cet. 1 Daarul A’lam-Jordan, th. 1423 H.
[7] Tafsiir Ibnu Katsiir (III/498), tahqiq Sami bin Muhammad as-Salamah, cet. III Daar Thaybah, th. 1426 H
[8]
Syifaa-ul ‘Aliil fii Masaa-ilil Qadaa’ wal Qadar wal Hikmah wat Ta’liil
(III/1083) cet. II Daar ash-Shumai’iy, th. 1434 H/2013 H.
[9] Shahih: HR. Muslim (no. 2999) dan lainnya, dari Shuhaib Radhiyallahu anhu.
[10] Diringkas dari Tafsiir Ibnu Katsiir (IV/263), Tahqiq Sami bin Muhammad as-Salamah, cet. III Daar Thaybah, th. 1426 H.
[11]
Adhwaa-ul Bayaan fii Iidhahil Qur’an bil Qur’an (VI/509), Isyraaf
Syaikh Bakr Abu Zaid, cet, III Daar ‘Alamil Fawaa-id th. 1433 H.
[12]
Ma’shum (terpelihara dari dosa), artinya kalau mereka salah langsung
ditegur oleh Allah, mereka bertaubat, dan Allah menerima taubat mereka.
[13] Lihat Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah (no. 17).
[14]
Hasan Shahih:HR. At-Tirmidzi (no. 2398), Ibnu Majah (no. 4023),
ad-Darimi (II/320), Ibnu Hibban (no. 699-Mawaarid), al-Hakim (I/40,41),
dan Ahmad (I/172, 174, 180, 185). At-Tirmidzi berkata: Hadits ini Hasan
Shahih. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah Al-Ahaadiits
Ash-Shahihah (no. 143).
[15] Shahih: HR. Ibnu Majah (no. 4024) dan
al-Hakim (IV/307). Al-Hakim berkata: Shahih menurut syarat Muslim, dan
disetujui oleh adz-Dzahabi. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahihah
(no. 144).
[16] Hasan: HR. at-Tirmidzi (no. 2396) dan Ibnu Majah (no.
4031). Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahaadiits
ash-Shahihah (no. 146).
[17] Himbauan untuk tidak shalat jama’ah dan
jum’at di masjid itu berlaku ditempat yang terkena wabah menular saja,
dan itu berlaku untuk sementara waktu saja. Adapun ditempat yang aman,
tidak terkena wabah, dan bagi orang yang tidak sakit dan tidak takut,
maka kembali kepada hukum asalnya, bahwa laki-laki wajib shalat
berjama’ah dan Jum’at di masjid. Dan ini merupakan perintah Allah Ta’ala
dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wajib dilaksanakan
(lihat Al-Baqarah/2:43, An-Nisaa/4: 102, At-Taubah/9: 18, dan
Al-Jumu’ah/62:9). Mudah-mudahan dengan shalat dan do’a kaum Muslimin di
masjid-masjid Allah, maka Allah angkat wabah virus corona ini. Aamiin.
[18] Shahih: HR. Muslim (no. 8), dari Shahabat ‘Umar biin Khattab Radhiyallahu anhu.
Referensi : https://almanhaj.or.id/15047-dunia-ini-adalah-tempat-cobaan-dan-ujian1.html
Penutup
Sekian Penjelasan Singkat Mengenai Dunia Ini Adalah Tempat Cobaan Dan Ujian, Hakikat Hidup Dunia!. Semoga Bisa Menambah Pengetahuan Kita Semua.