Green inflation atau inflasi hijau terjadi karena adanya transisi energi yang dilakukan guna menjaga lingkungan tetap lestari, contohnya adalah peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan.
Green inflation, yang terjadi akibat transisi energi ke arah lingkungan
yang lebih lestari, dapat memiliki dampak terhadap pembangunan ekonomi.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan rencana ekonomi hijau sebagai
strategi utama untuk mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi
Covid-19, serta mendorong terciptanya pembangunan ekonomi yang inklusif
dan berkelanjutan. Pembangunan rendah karbon juga menjadi tulang
punggung menuju ekonomi hijau untuk mencapai visi Indonesia maju 2045
dan mencapai nol emisi pada 2060. Transformasi ekonomi Indonesia menjadi
ekonomi hijau merupakan salah satu strategi agar Indonesia dapat keluar
dari middle income trap. Dengan demikian, implementasi rencana ekonomi
hijau dan pembangunan rendah karbon di Indonesia dapat menjadi kunci
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan
kesejahteraan sosial, sambil tetap menjaga kualitas lingkungan.
Penanganan green inflation melibatkan perhatian terhadap isu terkait lingkungan dan keberlanjutan, serta implementasi prinsip-prinsip yang memprioritaskan lingkungan dan keberlanjutan. Hal ini penting karena selain memberikan tampilan citra yang baik kepada publik, juga dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi perusahaan.
Green inflation mencerminkan pengertian bahwa kenaikan harga dapat bersifat jangka panjang, seiring dengan upaya negara-negara untuk memenuhi komitmen untuk menjaga lingkungan dengan melakukan transisi penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan.
Sementara, dilansir dari Euronews, green inflation adalah kenaikan harga barang akibat kebijakan lingkungan yang dibuat demi mengusung transisi ke energi hijau. Saat melakukan transisi dari energi fosil ke energi terbarukan, maka akan ada peningkatan permintaan pasar sehingga harga akan naik menyesuaikan dengan supply barang yang tersedia. Secara umum dalam dunia pasar, inflasi hijau (green inflation) yaitu kontribusi kebijakan lingkungan terhadap biaya penyediaan barang dan jasa yang diteruskan melalui rantai pasokan ke harga konsumen. Saat pemerintah terus menggaungkan perubahan transisi energi ke energi terbarukan, akan ada beberapa komoditi yang mengalami kenaikan harga.
Beberapa komoditi ekpor seperti timah, nikel, bauksit hingga tembaga akan mengalami kenaikan yang signifikan karena permintaan tinggi. Harga logam seperti timah, aluminum, tembaga, nikel-kobalt telah meningkat hingga 91 persen tahun ini. Sedangkan, logam-logam ini digunakan dalam teknologi yang merupakan bagian dari transisi energi menuju energi terbarukan. Hal ini tentu akan meningkatkan biaya produksi sehingga untuk memberikan kompensasi, maka harga jadi dan proses transportasi akan dinaikan.
Kendala untuk mengantisipasi green inflation
meliputi kesulitan dalam memilih kegiatan green marketing yang tepat,
kesalahan persepsi terkait modifikasi produk, dan peraturan yang kurang
mendukung. Dalam proses menerapkan green marketing, perusahaan mungkin
akan berhadapan dengan beberapa masalah atau kendala yang sangat urgen
untuk segera diantisipasi dengan tepat dan cepat.
Apa saja isu terkait lingkungan yang perlu diperhatikan?
Isu-isu terkait lingkungan akibat adanya green inflation yang perlu diperhatikan meliputi masalah pemanasan global, tingkat polusi yang tinggi dari negara-negara industri, penggundulan hutan, perubahan iklim, kekeringan, banjir, masalah sampah plastik, polusi udara, deforestasi, dan rusaknya terumbu karang. Semua isu ini memiliki dampak yang signifikan bagi kehidupan manusia, tumbuhan, dan hewan di bumi, dan memerlukan perhatian serta tindakan kolektif untuk penyelesaiannya.
Bagaimana efek perubahan iklim terhadap manusia?
Perubahan iklim akibat green inflation memiliki beragam dampak yang signifikan terhadap manusia. Beberapa dampak tersebut meliputi:
-
Kesehatan Manusia: Perubahan iklim dapat mempengaruhi kesehatan manusia melalui peningkatan suhu udara yang ekstrim, yang dapat memicu penyakit jantung dan mempercepat pertumbuhan penyakit yang berhubungan dengan air.
-
Kekurangan Makanan: Perubahan iklim dapat menyebabkan kekurangan pangan karena berdampak pada produksi pertanian dan perikanan.
-
Kesehatan Mental: Perubahan iklim juga dapat berdampak pada kesehatan mental manusia melalui stres akibat bencana alam, kehilangan tempat tinggal, dan ketidakpastian ekonomi.
-
Ancaman Terhadap Kelangsungan Hidup Spesies: Perubahan iklim meningkatkan risiko kepunahan spesies di darat dan di laut, serta meningkatkan ancaman terhadap kebakaran hutan, cuaca ekstrem, hama, dan penyakit yang invasif.
-
Kesehatan Lingkungan: Perubahan iklim juga berdampak pada kualitas air bersih, penurunan kualitas air, dan kerusakan pesisir.
Dengan adanya dampak-dampak tersebut, perubahan iklim menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan dan ditangani secara serius.
Bagaimana perubahan iklim mempengaruhi produksi pertanian?
Perubahan iklim akibat green inflation memiliki dampak yang signifikan terhadap produksi
pertanian, beberapa akibat dari dampak utamanya perubahan iklim mempengaruhi produksi pertanian antara lain,
- Perubahan pola musim dan cuaca yang tidak teratur, menyebabkan kesulitan dalam memprediksi waktu tanam dan panen.
- Kenaikan suhu yang ekstrem juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas hasil panen, mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian dan kualitas hasil panen.
- Perubahan iklim juga dapat menyebabkan banjir dan kekeringan,
- Degradasi sumber daya lahan dan air, yang semuanya mempengaruhi produksi pertanian.
Penutup
Sekian Penjelasan Singkat Mengenai Green inflation atau inflasi hijau . Semoga Bisa Menambah Pengetahuan Kita Semua.