Search Suggest

Alternatif Bahan Baku lain untuk Baterai.

Baca Juga:

 

Nikel bukan satu-satunya komponen yang dibutuhkan dalam membuat baterai kendaraan listrik. Baterai kendaraan listrik juga dapat menggunakan bahan baku selain nikel, seperti fero (besi) atau bahkan baterai EV berbasis tembaga.

Indonesia memiliki cadangan mineral berupa nikel yang menjadi bahan baku pembuatan baterai lithium untuk kendaraan listrik. Selain nikel, ada komoditas mineral lain yang dimiliki Indonesia juga bisa mendukung mobil listrik, seperti tembaga. Kebutuhan tembaga untuk mobil listrik bisa mencapai empat sampai lima kali lipat dibandingkan mobil biasa.

Dengan sumber daya nikel yang melimpah, diikuti dengan regulasi dan pengawasan yang ketat terhadap pemanfaatan nikel sebagai bahan baku baterai, Indonesia dapat menguasai industri baterai kendaraan listrik. Indonesia memilih mengembangkan baterai kendaraan listrik berbasis nikel-mangan-kobalt, atau NMC battery. Selain kaya akan nikel, negeri ini juga punya cadangan mangan yang cukup besar dan sedikit kobalt.

Nikel tidak menjadi satu-satunya komponen yang dibutuhkan dalam membuat baterai kendaraan listrik. Saat ini, produsen kendaraan listrik telah mencari cara alternatif untuk memproduksi baterai tanpa nikel. Pencarian alternatif produksi kendaraan listrik tanpa baterai semakin menguat setelah harga nikel melambung tinggi mengingat perannya sebagai bahan inti dalam teknologi baterai kendaraan listrik. Kenaikan harga itu semakin parah saat terjadi perang Rusia-Ukraina. Advertisement % buffered 00:00 00:11 00:31 Menurut data Bank Dunia, harga nikel mencapai puncaknya sebesar US$ 33.924 per ton pada Maret 2022. Angka tersebut naik 206% dibandingkan Maret 2021 sebesar US$ 16.406 per ton. Harga nikel kemudian turun namun tetap berada di level US$ 28.946 per ton pada Desember 2022. ADVERTISEMENT Produsen Mobil Listrik Tinggalkan Nikel Sejumlah produsen kendaraan listrik raksasa mulai meninggalkan Nikel. Tesla mengumumkan meninggalkan baterai berbahan baku nikel secara bertahap sejak Oktober 2021. Mereka menggunakan baterai lithium iron phosphate (LFP) terutama untuk produk standarnya. Baca Juga Tak Hanya Cina, Ada Investasi Eropa di Proyek Hilirisasi Nikel RI Prabowo dan Ganjar Janji Percepat Moratorium Smelter Nikel Kelas II Harga Nikel Acuan RI Turun Nyaris 5%, Terendah Sejak Januari 2022 “Diversifikasi bahan kimia baterai sangat penting untuk pertumbuhan kapasitas jangka panjang, untuk lebih mengoptimalkan produk kami untuk berbagai kasus penggunaannya dan memperluas basis pemasok kami,” tulis pengumuman Tesla, dikutip dari Spglobal.com, Senin (15/1). Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) pun menemukan bahwa 75% dari mobil listrik yang terjual di Indonesia pada 2022 menggunakan baterai LFP yang tidak menggunakan bahan baku Nikel. Salah satu merek mobil listrik yang menggunakan baterai LFP adalah Wuling Air Ev, Dikutip dari Forbes.com, baterai LFP sudah menjadi sumber daya sebagian besar kendaraan listrik di pasar Tiongkok. Penggunaan baterai tersebut kemudian diikuti oleh Amerika Serikat.

Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id dengan judul "Ramai Produsen Kendaraan Listrik Tinggalkan Nikel, Apa Alternatifnya?" , https://katadata.co.id/tiakomalasari/ekonomi-hijau/65a4b8e96935e/ramai-produsen-kendaraan-listrik-tinggalkan-nikel-apa-alternatifnya
Penulis: Tia Dwitiani Komalasari
Editor: Tia Dwitiani Komalasari

Nikel tidak menjadi satu-satunya komponen yang dibutuhkan dalam membuat baterai kendaraan listrik. Saat ini, produsen kendaraan listrik telah mencari cara alternatif untuk memproduksi baterai tanpa nikel. Pencarian alternatif produksi kendaraan listrik tanpa baterai semakin menguat setelah harga nikel melambung tinggi mengingat perannya sebagai bahan inti dalam teknologi baterai kendaraan listrik. Kenaikan harga itu semakin parah saat terjadi perang Rusia-Ukraina.

Menurut data Bank Dunia, harga nikel mencapai puncaknya sebesar US$ 33.924 per ton pada Maret 2022. Angka tersebut naik 206% dibandingkan Maret 2021 sebesar US$ 16.406 per ton. Harga nikel kemudian turun namun tetap berada di level US$ 28.946 per ton pada Desember 2022. 

Grafik anomali Harga Nikel

Produsen Mobil Listrik Tinggalkan Nikel

Sejumlah produsen kendaraan listrik raksasa mulai meninggalkan Nikel. Tesla mengumumkan meninggalkan baterai berbahan baku nikel secara bertahap sejak Oktober 2021. Mereka menggunakan baterai lithium iron phosphate (LFP) terutama untuk produk standarnya. 

“Diversifikasi bahan kimia baterai sangat penting untuk pertumbuhan kapasitas jangka panjang, untuk lebih mengoptimalkan produk kami untuk berbagai kasus penggunaannya dan memperluas basis pemasok kami,” tulis pengumuman Tesla, dikutip dari Spglobal.com, Senin (15/1).

Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) pun menemukan bahwa 75% dari mobil listrik yang terjual di Indonesia pada 2022 menggunakan baterai lithium iron phosphate (LFP) yang tidak menggunakan bahan baku Nikel. Salah satu merek mobil listrik yang menggunakan baterai lithium iron phosphate (LFP) adalah Wuling Air Ev, Dikutip dari Forbes.com, baterai lithium iron phosphate (LFP) sudah menjadi sumber daya sebagian besar kendaraan listrik di pasar Tiongkok. Penggunaan baterai tersebut kemudian diikuti oleh Amerika Serikat.

Sebelumnya, hampir semua kendaraan listrik yang dijual di AS menggunakan baterai lithium ion dengan katoda yang terdiri dari beberapa variasi bahan kimia nikel-kobalt. Baterai ini menawarkan kombinasi terbaik dalam hal jangkauan, daya, dan ukuran, namun harganya mahal. Bahan kimia nikel-kobalt juga agak rentan terhadap pelepasan panas jika rusak secara fisik atau memiliki cacat produksi. Pelarian termal disebabkan oleh adanya oksigen dalam campuran nikel-kobalt yang dilepaskan ketika sel mengalami korsleting internal dan memanas.

Sementara lithium iron phosphate (LFP) tidak mengandung oksigen sehingga meskipun dapat mengeluarkan sejumlah gas saat terjadi korsleting, baterai tersebut tidak akan terbakar seperti baterai nikel. Hal ini membuatnya jauh lebih aman dan tahan lama meskipun dengan mengorbankan kepadatan energi yang lebih rendah. Biasanya baterai lithium iron phosphate (LFP) yang dibuat dengan arsitektur serupa dengan baterai nikel, memiliki kepadatan energi sekitar 30-40% lebih rendah. Namun, baterai dapat bertahan selama ribuan siklus pengisian daya dan tahan terhadap penyalahgunaan pengisian daya yang lebih cepat.

Permintaan Baterai lithium iron phosphate (LFP) Terus Menanjak Dikutip dari visualcapitalist.com, pasar baterai lithium iron phosphate (LFP) global mencapai US$ 12,5 miliar pada 2022. Jumlah itu sekitar 30 persen dari pangsa pasar baterai listrik 2022, naik dari 2020 yang hanya mencapai 6%. 

Angka ini terus bertambah pada 2023 mencapai US$ 15 miliar. Pangsa pasar baterai lithium iron phosphate (LFP) diperkirakan terus melonjak pada 2030 yang mencapai US$ 52,7 miliar. Hal tersebut menunjukkan semakin besarnya daya tarik baterai lithium-ion jenis ini di sektor kendaraan listrik. Kawasan Asia Pasifik mendominasi pasar baterai lithium iron phosphate (LFP) pada 2021, menguasai lebih dari 34% pangsa global. Sementara Amerika Utara dan Eropa berada di posisi kedua dan ketiga, masing-masing sebesar 29 persen dan 23 persen.

Perbedaan di sisi keamanan

Faktanya, setiap jenis sel baterai memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, salah satu kelebihan baterai EV berbasis fero atau LFP battery adalah sifatnya yang tidak gampang meledak. Sehingga dianggap lebih aman sehingga dianggap lebih aman ketimbang baterai mobil listrik berbasis nikel.

"Kalau bocor atau rusak, baterai LFP itu tidak menggelembung dan hanya mengeluarkan cairan," ujar Hermawan.

Sementara baterai EV berbasis nikel atau NMC battery punya kekurangan di sisi temperatur. Pabrikan seperti Tesla, mengakalinya dengan membenamkan teknologi temperature management

Cara kerjanya, saat mobil listrik digunakan di negara musim dingin, fitur ini akan bekerja untuk menghangatkan sel baterai. Sementara di daerah tropis seperti Indonesia, temperature management akan bekerja untuk mendinginkan baterai. akibatnya, ada sekian persen energi yang terpakai untuk heating atau cooling,

Untungnya, baterai EV berbasis nikel punya density yang jauh lebih baik ketimbang LFP battery. Singkatnya, energi yang disimpan di baterai kendaraan listrik berbasis nikel jauh lebih besar ketimbang yang berbasis fero.

Efeknya, ukuran kemasan baterai atau kotak penyimpanan sel baterai yang berbasis nikel bisa lebih kecil ketimbang yang berbasis fero. Bobot LFP battery juga lebih berat karena energy density-nya tidak setinggi nikel. Selain itu, jarak tempuh kendaraan yang menggunakan sel baterai berbasis nikel juga lebih jauh.

Perbedaan di sisi harga baterai EV

Perbedaan lainnya ada di sisi biaya. Ada beberapa komponen perhitungan untuk sampai pada kesimpulan harga baterai kendaraan listrik jenis apa yang lebih murah atau lebih mahal. 

Harga baterai kendaraan listrik dihitung berdasarkan kapasitas daya per kilowatt hour (kWh), motor listrik rata-rata menggunakan baterai berdaya 1,5 kWh. 

Sementara mobil roda empat rata-rata memakai baterai berdaya 50 kWh hingga 100 kWh. Untuk bus listrik bisa sampai 200 kWh. 

Harga baterai kendaraan listik per kWh ini sangat bergantung pada harga komoditas yang menjadi bahan bakunya. Pada saat ini harga NMC battery dan LFP battery hanya beda-beda tipis. Secara umum, harga baterai EV ada di sekitar US$ 250 per kWh.

Secara sederhana, jika dirupiahkan harga baterai motor listrik berdaya 1,5 kWh saat ini mencapai sekitar Rp 5,63 juta (kurs Jisdor BI per 27 Juli 2022, Rp 15.020 per USD). 

Sementara harga baterai mobil listrik roda empat berdaya 50-100 kWh antara Rp 187,75 juta hingga Rp 375,50 juta. Harga baterai bus listrik berdaya 200 kWh jauh lebih mahal lagi, mencapai Rp 751 juta.

Asal tahu saja, ada komponen utama kendaraan listrik; drivetrain atau sistem kerja yang menyalurkan tenaga ke roda, baterai dan control unit.

"Sekitar 30% hingga 40% harga mobil listrik itu berasal dari harga baterainya," faktor lain yang mempengaruhi biaya yang harus ditanggung pengguna kendaraan listrik adalah di sisi battery life cycle. Satu kali life cycle dihitung dari full discharge (pengisian penuh) hingga recharge (pengisian ulang).

Di sisi ini, lithium iron phosphate (LFP) battery punya keunggulan lantaran masa pakainya bisa mencapai 2.000 hingga 3.000 cycle. Untuk pemakaian harian, LFP battery bisa digunakan antara enam hingga 10 tahun. 

Sementara masa pakai NMC battery lebih pendek, antara 1.000 hingga 1.500 cycle. Sehingga jika kendaraannya dipakai harian, baterai tersebut bisa bertahan hingga lima tahun.

Singkat kata, dalam kondisi pemakaian dan perawatan yang setara, pengguna kendaraan listrik yang baterainya berbasis nikel akan lebih sering mengganti baterai dibanding jika menggunakan baterai berbasis fero.

Ketergantungan penggunaan dan jenis kendaraan

Perbedaan-perbedaan tadi membuat pabrikan kendaraan listrik mengaplikasikan jenis baterai bergantung pada penggunaan dan jenis kendaraannya. 

Sepeda dan motor listrik yang digunakan untuk jarak dekat dan baterry pack-nya lebih rawan terkena benturan dari luar, lebih banyak menggunakan baterai berbasis fero atau jenis LFP battery.

Sementara dengan pertimbangan biaya, mobil-mobil komersial seperti bus listrik juga menggunakan jenis LFP battery.

Namun, personal car yang mengutamakan performance, power dan kenyamanan akan lebih cocok menggunakan baterai berbasis nikel.

"NMC battery bagus untuk mobil yang high performance dan jarak jauh. Personal vehicle seperti yang dirilis Hyundai dan Tesla lebih bagus menggunakan NMC", C-rate baterai lithium berbasis nikel juga jauh lebih baik ketimbang baterai berbasis bahan lainnya. Sederhananya, semakin tinggi C-rate, semakin singkat pula waktu yang dibutuhkan untuk mengisi daya.

"Kendaraan yang menggunakan LFP battery dengan C-rate sampai 3 itu sudah sangat baik. Kalau buat solar panel ESS-nya (energy storage system) pakainya 0,5C atau 1C. Makanya dia bisa lebih awet dan murah,".

Sementara kendaraan listrik yang menggunakan NCM battery, C-rate nya bisa dengan mudah mencapai 5C-6C. Bahkan, ada perusahaan di Hong Hong yang mengklaim NCM battery bikinannya bisa mencapai 15C sehingga untuk pengisian daya hanya dibutuhkan waktu sekitar 4 menit.

Terlepas dari berbagai perbandingan di atas, seiring perkembangan industri kendaraan listrik yang begitu pesat, baterai berbasis nikel akan tetap menjadi pilihan utama. Sebagai gambaran, saat ini baru 14% nikel yang diproduksi menjadi baterai EV. Pada 2030, diprediksi 40% produksi nikel akan dimanfaatkan di industri baterai kendaraan listrik.

Penutup

Sekian Penjelasan Singkat Mengenai Alternatif Bahan Baku lain untuk Baterai.. Semoga Bisa Menambah Pengetahuan Kita Semua.

Posting Komentar

pengaturan flash sale

gambar flash sale

gambar flash sale