Search Suggest

Gempa Bumi (Earthquake)

Baca Juga:

Difinisi Gempa Bumi

Gempa bumi (Earthquakemerupakan peristiwa pelepasan energi secara tiba-tiba yang mengakibatkan bergetarnya bumi. Gempa bumi biasanya ditandai dengan adanya patahan suatu lapisan batuan pada kerak bumi ditempat titik pusat gempa. Energi yang dilepaskan merupakan hasil dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik yang dipancarkan kesegala arah berupa gelombang (Chopra, 1995).

Episentrum dan hiposentrum adalah istilah yang erat kaitannya dengan gempa bumi. Berikut adalah penjelasan mengenai kedua istilah tersebut:

  • Hiposentrum: Hiposentrum adalah pusat titik gempa yang ada di dalam bumi. Lokasi hiposentrum adalah lokasi awal terjadinya gempa bumi. Hiposentrum berada di bawah permukaan bumi dan merupakan titik di mana energi gempa bumi dilepaskan.
  • Episentrum: Episentrum adalah titik di permukaan bumi yang merupakan hasil dari rambatan gelombang gempa dari hiposentrum. Episentrum merupakan titik pusat gempa yang posisinya tegak lurus dengan hiposentrum. Saat hiposentrum menghasilkan gempa, gelombang gempa akan merambat ke permukaan bumi dan menciptakan episentrum.

Dalam rangka memahami gempa bumi, penentuan lokasi hiposentrum dan episentrum sangat penting. Hiposentrum memberikan informasi tentang lokasi awal terjadinya gempa bumi di dalam bumi, sedangkan episentrum memberikan informasi tentang lokasi di permukaan bumi di mana gempa bumi terasa dan menghasilkan dampak yang paling parah. Informasi ini penting untuk pemahaman tentang kekuatan gempa, sejauh mana gempa terasa, dan untuk mengambil langkah-langkah tindakan darurat yang tepat dalam merespons gempa bumi.

Jenis-Jenis Gempa Bumi

Jenis-jenis gempa bumi dibedakan menjadi 2 yaitu berdasarkan penyebab dan kedalamannya. Berikut ini merupakan penjelasannya :

a. Berdasarkan Penyebabnya

Menurut penyebab terjadinya, gempa bumi dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Gempa Vulkanik
Gempa bumi vulkanik adalah gempa bumi yang disebabkan oleh letusan gunung berapi. Contoh : gempa G. Bromo, gempa G. Una-Una, gempa G. Krakatau.

2. Gempa Tektonik
Gempa tektonik adalah gempa bumi yang terjadi karena pergeseran lapisan kulit bumi akibat lepasnya energi di zone penunjaman. Gempa bumi tektonik memiliki kekuatan yang cukup dahsyat. Contoh : gempa Aceh, Bengkulu, Pangandaran.

3. Gempa runtuhan atau terban
Gempa runtuhan atau terban adalah gempa bumi yang disebabkan oleh tanah longsor, gua-gua yang runtuh, dan sejenisnya. Tipe gempa seperti ini hanya berdampak kecil dan wilayahnya sempit.

b. Berdasarkan Kedalamannya

Berdasarkan kedalamannya, jenis-jenis gempa bumi juga dibedakan menjadi 3, yaitu :

1. Gempa bumi dalam
Gempa bumi dalam adalah gempa bumi yang hiposentrumnya (pusat gempa) berada lebih dari 300 km di bawah permukaan bumi (di dalam kerak bumi). Gempa bumi dalam pada umumnya tidak terlalu berbahaya.

2. Gempa bumi menengah
Gempa bumi menengah adalah gempa bumi yang hiposentrumnya berada antara 60 km sampai 300 km di bawah permukaan bumi.gempa bumi menengah pada umumnya menimbulkan kerusakan ringan dan getarannya lebih terasa.

3. Gempa bumi dangkal
Gempa bumi dangkal adalah gempa bumi yang hiposentrumnya berada kurang dari 60 km dari permukaan bumi. Gempa bumi ini biasanya menimbulkan kerusakan yang besar.

Parameter Gempa Bumi

  1. Waktu terjadinya gempabumi (Origin Time – OT)
  2. Lokasi pusat gempabumi (Episenter)
  3. Kedalaman pusat gempabumi (Depth)
  4. Kekuatan Gempabumi (Magnitudo)
  5. Karakteristik Gempa Bumi
  6. Berlangsung dalam waktu yang sangat singkat
  7. Lokasi kejadian tertentu
  8. Akibatnya dapat menimbulkan bencana
  9. Berpotensi terulang lagi
  10. Belum dapat diprediksi
  11. Tidak dapat dicegah, tetapi akibat yang ditimbulkan dapat dikurangi

Penyebab Terjadinya Gempa Bumi

Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang disebabkan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan di mana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa Bumi akan terjadi.

Teori yang terkenal dalam menjelaskan tentang terjadinya gempa bumi adalah teori lempeng tektonik. Teori tersebut menjelaskan bahwa lapisan terluar dari bumi terdiri dari litosfer dan antenosfer. Litosfer adalah lapisan padat dan kaku yang membentuk kerak dan bagian luar matel bagian atas yang berada di atas lapisan antenosfer. Lapisan antenosfer adalah lapisan yang berada dibawah litosfer yang bersifat plastis dan berwujud seperti cairan. Lempengan-lempengan litosfer akan bergerak satu sama lain yang mengakibatkan deformasi pada zona batas pertemuan antar lempeng. Deformasi terjadi pada zona batas antara lempeng, maka titik gempa akan terpusat di dekat batas lempeng (Kramer, 1996).

Pergerakan lempeng terbagi menjadi tiga jenis pergerakan berdasarkan pada karakteristik dari lempeng yaitu pergerakan lempeng yang saling menjauh (Spreading), pergerakan lempeng yang saling mendekat membentuk zona subduksi, dan saling bergesekan (transform). Pergerakan lempeng saling menjauh (spreading) terjadi ketika magma dari bagian bawah mantel bergerak perlahan ke permukaan akibat dari aktivitas seismik, saat magma tersebut mencapai permukaan dan dingin akan menjadi bagian dari spreading. Peristiwa ini biasanya terjadi apabila terdapat gugusan aktivitas vulkanis seperti yang terjadi di Islandia dimana terdapat gugusan aktivitas vulkanis yang continous. Lapisan magma yang mendingin tersebut mencapai permukaan akan mengandung sifat magnet dengan polaritas tergantung pada arah medan magnet dari bumi pada saat itu. Hal ini dikarenakan medan magnet bumi secara geologis berubah dan berbalik arah dengan interval waktu yang tidak menentu. Peristiwa spreading di ilustrasikan pada gambar dibawah ini,

Zona subduksi sering ditemukan pada pertemuan antara dua lempeng besar. Karena lempeng samudra biasanya padat mengakibatkan lempeng mengalami penurunan karena berat sendiri dibawah lempeng besar lain yang lebih ringan. Lempeng yang mengalami subduksi menjadi ductile dan sangat berpotensi mengakibatkan gempa bumi (Kramer,1996).

Lempeng yang saling bergesekan terjadi saat lempeng bergerak cepat satu sama lain tanpa memunculkan lempeng baru atau merusak lempeng yang sudah ada. Bagian lempeng dimana terjadi gesekan biasanya terdapat anomali medan magnet yang menimbulkan celah yang disebut fracture zone dengan panjang mencapai ribuan kilometer. Kedua lempeng yang bergesekan bergerak searah pada kedua sisi dari fracture zone dengan pergerakan yang bermacam-macam. Pergerakan lempeng di ilustrasikan pada Gambar dibawah ini,


Patahan (fault) dapat mengakibatkan gempa bumi. Patahan dapat dibeda- kan menjadi dua jenis berdasarkan geometri dan pergerakannya. Penggambaran orientasi sebuah patahan digunakan istilah tunjaman (dip) dan tabrakan (strike). Tabrakan merupakan garis horizontal yang terbentuk akibat dari interseksi dari bidang patahan dan bidang horizontal. Garis vertikal kebawah akibat interseksi antara bidang patahan dengan bidang horizontal disebut tunjaman. Sudut yang terbentuk antara bidang patahan dengan bidang horizontal yang diukur tegak lurus dari tabrakan disebut dip angle. Notasi geometris untuk menggambarkan interseksi bidang patahan di ilustrasikan pada Gambar dibawah ini,

Pergerakan dip yang terjadi dapat dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan arah pergerakan dan dip angle, yaitu:

  1. Normal Fault, terjadi jika komponen horizontal dari kemiringan diperpanjang dan material diatas bidang patahan yang bergerak turun relatif terhadap material dibawah patahan.
  2. Reverse Fault, terjadi bila komponen horizontal dari kemiringan diperpendek dan material di atas bidang patahan bergerak naik relatif terhadap material dibawah bidang patahan.

Ilustrasi dari jenis patahan normal fault, reverse fault, dan strike slip dapat dilihat pada ilustrasi Gambar dibawah ini,



Gempa bumi yang terjadi akan mengakibatkan pelepasan energi, energi yang dilepaskan akan merambat dalam bentuk gelombang. Gelombang rambatan yang terjadi menyebabkan getaran pada suatu tempat.seperti pada gambar diatas ini.

Magnitudo Gempa

Magnitudo gempa merupakan ukuran secara kuantitatif dan objektif terhadap gempa untuk mengukur gerakan tanah selama gempa bumi. Besaran yang diukur akan bernilai sama walaupun pengukuran atau penghitungan dilakukan pada tempat yang berbeda. Pada umumnya magnitudo diukur berdasarkan periode fase gelombang dan amplitudo tertentu. Ada beberapa jenis magnitudo gempa bumi antara lain:

1. Magnitudo Lokal (ML)

Magnitudo lokal digunakan untuk mengukur gempa-gempa lokal dengan jarak episenter kurang dari 600 km yang menggunakan fase gelombang-P. konsep tentang magnitudo local pertama diperkenalkan oleh Charles Richter (1935) untuk mengukur magnitudo gempa di California selatan. Nilai amplitudo yang digunakan untuk menghitung magnitudo lokal adalah logaritma (basis 10) dari amplitudo maksimum gerakan tanah (dalam mikron). Amplitudo maksimum dicatat oleh seismograph torsi Wood-Anderson yang mempunyai periode natural 0,8 detik dengan perbesaran 2800 dan faktor redaman 0,8. Formula untuk menghitung magnitudo lokal tidak dapat digunakan di luar California dan data amplitudo yang dipakai hanya yang tercatat pada mesin seismograph di lokasi tinjauan.

2. Magnitudo Gelombang Permukaan (MS)

Magnitudo gelombang permukaan merupakan satuan magnitudo yang dapat digunakan di seluruh dunia menggunakan basis amplitudo dari gelombang Rayleigh dengan periode 20 detik. Konsep magnitudo gelombang permukaan diperkenalkan oleh Guttenberg dan Richter (1936). Magnitudo gelombang permukaan mengunakan basis besaran perpindahan maksimum amplitudo dari tanah sehingga dapat ditentukan dari semua jenis seismograph. Satuan magnitudo gelombang permukaan hanya dapat digunakan untuk gempa dengan kedalaman dangkal (tidak lebih dari 70 km).

 

3. Magnitudo Gelombang Badan (Mb)

Magnitudo gelombang badan merupakan magnitudo gempa yang diperoleh dari amplitudo gelombang badan yang primer maupun sekunder yang tidak terpengaruh kedalaman fokus gempa. Amplitudo yang dipakai adalah amplitudo gerakan tanah maksimum (dalam mikron) yang diukur pada 3 gelombang yang pertama dari gelombang-P dan periode gelombang yang mempunyai amplitudo maksimum tersebut (Yulianti, 2012).

Momen Magnitudo (MW)

Gempa besar mempunyai karakteristik guncangan tanah kurang sensitif terhadap besarnya gempa dibandingkan gempa yang lebih kecil. Fenomena ini dikenal sebagai kejenuhan gelombang badan dan Richter local magnitudo menjadi jenuh pada magnitudo 6 sampai 7 dan magnitudo permukaan menjadi jenuh pada Ms = 8. Skala momen magnitudo yang dikembangkan Kanamori (1977) digunakan untuk mendeskripsikan ukuran gempa yang besar, karena skala momen magnitudo didasarkan pada momen gempa. Sehingga tidak tergantung pada tingkat guncangan tanah dan kejenuhan gelombang. Skala momen magnitudo diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung dari faktor keruntuhan sepanjang patahan. 

Untuk melakukan analisis resiko kegempaan menggunakan skala magnitudo yang seragam untuk semua data rekam gempa. Untuk menyeragamkan skala magnitudo dari semua data rekam gempa digunakan Persamaan korelasi yang diusulkan oleh Asrurifak et al (2010) untuk data rekam gempa di wilayah Indonesia. Persamaan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini,


Analisis Bahaya Gempa/ Seismic Hazard Analysis

Metode dalam analisis bahaya gempa atau seismic hazard analysis terdapat dua metode yang dapat digunakan yaitu  

  1. Deterministic Seismic Hazard Analysis

  2. Probabilistic Seismic Hazard Analysis.  

Dalam melakukan analisis digunakan metode Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) dipilih karena dapat memperkirakan kemungkinan besar probabilitas gempa itu akan terjadi. Kelebihan dari metode PSHA tidak dapat diakomodasi oleh DSHA, walaupun dalam memperkirakan scenario terburuk kejadian gempa di suatu wilayah lebih sederhana dibandingkan dengan PSHA. Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) menyediakan kerangka kerja yang dapat mengidentifikasi ketidakpastian tentang ukuran, lokasi dan tingkat kejadian dari gempa bumi.

Pada dasarnya, metode PSHA adalah analisis yang dikembangkan oleh Mc. Guire (1976) berdasarkan konsep probabilitas dari Cornell (1968). Metode ini menggunakan variasi scenario yang melibatkan frekuensi ground motion, dengan mengasumsikan kejadian gempa magnitudo M dan jarak hiposenter R adalah variabel acak independen yang kontinyu. Variasi skenario juga melibatkan sifat acak gempa bumi seperti lokasi pusat gempa, besarnya gempa, dan tingkat kejadian gempa.

Perhitungan PGA dengan metode PSHA dapat dapat dinyatakan dalam Persamaan sebagai berikut (Kramer, 1996): 

dengan :

𝜆(𝑎 > 𝑎 )                   : rate of exceeding PGA terlampaui

ν                                  : annual exceedence rate

𝑃 [𝑀𝑖 = 𝑚𝑗 ]               : fungsi distribusi magnitudo

𝑃 [𝑅𝑖 = 𝑟𝑘 ]                 : fungsi distribusi jarak

𝑃[ 𝑎 > 𝑎 |𝑚𝑗𝑟𝑘]      : probabilitas bersyarat dari nilai percepatan tanah maksimum PGA yang melampaui nilai PGA pada lokasi yang ditinjau untuk kejadian gempa dengan   magnitudo m dan jarak r.

Fungsi ditribusi dari variabel magnitudo dan jarak dapat ditentukan dengan membagi masing-masing variabel menjadi 10 kelas interval (Kramer,1996). Perhitungan distribusi magnitudo dilakukan dengan menggunakan Persamaan sebagai berikut:

Dengan;

Σ N m(j)   : Jumlah kejadian gempa dengan magnitudo j  

Σ N m  : Jumlah kejadian gempa total

Metode PSHA dapat dideskripsikan dalam empat langkah prosedur sebagai berikut:
  1. Langkah pertama merupakan identifikasi dan karakterisasi sumber gempa, yang identik dengan langkah pertama DSHA. Probabilitas dari lokasi rupture yang berpotensi dalam sumber gempa juga di karakterisasi. Dalam kebanyakan kasus, diterapkan distribusi probabilitas seragam untuk masing-masing zona sumber gempa. Disribusi ini dikombinasikan dengan bentuk geometri dari sumber gempa untuk mendapatkan distribusi probabilitas yang sesuai dengan jarak sumber ke lokasi. 
  2. Langkah selanjutnya, seismisitas atau distribusi sementara dari perulangan kejadian gempa di karakterisasi. Hubungan perulangan kejadian gempa yang menunjukan kecepatan rata-rata dari suatu gempa dengan besar yang berbeda akan terlampaui digunakan untuk mengkarakterisasikan seismisitas dari masing-masing zona sumber gempa. Hubungan empiris ini dapat mengakomodasi  besarnya magnitudo maksimum dari gempa. Tetapi tidak dilakukan pembatasan pertimbangan untuk gempa yang terjadi.
  3. Gerakan tanah yang terjadi akibat adanya gempa besaran tertentu dan lokasi tertentu harus ditentukan menggunakan hubungan prediksi menggunakan fungsi atenuasi. Ketidakpastian dari fungsi atenuasi juga diperhitungkan.  
  4. Ketidakpastian dari lokasi gempa, besarnya gempa dan prediksi parameter goncangan tanah (percepatan gempa), dikombinasikan untuk mendapatkan  probabilitas terlampauinya suatu parameter goncangan tanah selama suatu periode waktu.

Ilustrasi yang dapat menjelaskan seluruh langkah tersebut dapat dilihat tahapan seperti pada Gambar dibawah ini,

Dalam melakukan perhitungan kemungkinan periode ulang gempa ada suatu periode digunakan persaman  sebagai berikut:

Katalog Gempa

Katalog gempa adalah salah satu elemen penting dalam analisis resiko kegempaan. Katalog data gempa merupakan sumber utama dalam menentukan parameter seismik yang akan menjadi input dalam proses analisis resiko gempa. Data yang didapat dari katalg gempa harus dipersiapkan sebelu dapat dianalisis. Adapun tahapan persiapan data gempa itu akan dibahas pada bagian berikut ini.



 

Penyeragaman Magnitudo Gempa

Data rekam gempa yang diperoleh dalam tahap pengumpulan data dari katalog gempa. Data yang diperoleh diseragamkan skala magnitudo untuk dibuat katalog gempa yang akan di analisis. Data awal rekam gempa tersebut memiliki berbagai macam skala magnitudo seperti moment magnitude (MW), surface wave magnitude (MS), body wave magnitude (Mb) dan Richter local magnitude (ML). Penyeragaman skala magnitudo dilakukan konversi ke skala moment magnitude (MW) menggunakan Persamaan korelasi konversi skala magnitudo yang diusulkan Asrurifak et al. (2010) pada Tabel 3.3.

Declustering Data Gempa

Katalog data gempa yang digunakan dalam proses analisis seismik resiko gempa harus merupakan data rekam gempa independen (mainshock). De- clustering merupakan proses identifikasi dan pemisahan data gempa dependen yaitu gempa rintisan (foreshock) dan susulan (aftershock) terhadap gempa utama (mainshock). Kriteria empiris untuk memisahkan gempa dependen tersebut diusulkan oleh Arabasz & Robinson (1976), Gardner & Knopoff (1974) dan Uhammer (1986). Kriteria ini dikembangkan berdasarkan rentang waktu dan jarak tertentu dari satu kejadian gempa besar. Gambar 3.8. berikut adalah kriteria window dalam proses declustering data gempa.

Kriteria ini dikembangkan berdasarkan rentang waktu dan jarak tertentu dari satu kejadian gempa besar. Suatu rangkaian gempa dikatakan gempa dependen jika gempa tersebut berada dalam rentang waktu (time windows) dan jarak (distance windows) yang dihitung menurut kriteria empiris dari magnitudo gempa utama.

Analisis Kelengkapan Data Gempa

Asrurifak et. al (2010) menyatakan ketidaklengkapan data gempa akan meng-akibatkan parameter resiko gempa yang dihasikan menjadi overestimated atau underestimated. Stepp (1973) mengusulkan suatu kriteria untuk menguji kelengkapan data rekam gempa. Untuk mengetahui periode dimana suatu katalog gempa yang digunakan cukup lengkap, frekuensi kejadian gempa independen untuk beberapa rentang magnitudo diplotkan terhadap waktu yang dihitung dari waktu pengamatan terakhir kebelakang. Frekuensi kejadian gempa (λ) didefinisikan sebagai jumlah kejadian gempa (N) selama selang waktu tertentu (T) dibagi dengan T, dengan asumsi bahwa seismic rate konstan untuk rentang periode yang lama sewaktu dimana frekuensi kejadian gempa mulai menurun secara signifikan menyatakan suatu batas waktu dimana katalog gempa sebelumnya tidak lengkap. Langkah untuk menganalisa kelengkapan data gempa yang diusulkan oleh Stepp (1973) adalah sebagai berikut:

  1. Waktu pengamatan beberapa interval waktu dihitung dari pengamatan terakhir ke belakang.  
  2. Setiap interval waktu dari data gempa dibagi menjadi beberapa rentang magnitudo dan dihitung untuk kejadian gempa pada setiap rentang magnitudo. 
  3. Frekuensi kejadian gempa (rate) untuk setiap rentang magnitudo dihitung dengan Persamaan dibawah ini.
  
Dengan:
λ : frekuensi kejadian gempa (rate) 
N : jumlah kejadian gempa
T : interval waktu pengamat

      4. Standar deviasi dihitung menggunakan Persamaan sebagai berikut:

Dengan:

σ
λ
T
: standar deviasi
: frekuensi kejadian gempa (
rate)
: interval waktu pengamat

Kelengkapan data pada periode waktu tertentu dapat dilihat dari gradien kecenderungan data yang berubah. Rentang waktu dimana standar deviasi menunjukkan perubahan dan menjadi lebih curam menunjukkan data gempa yang tidak lengkap. Contoh hasil analisis kelengkapan data gempa interval waktu 100 tahun untuk Jatigede seperti ditampilkan pada Gambar dibawah ini.

Earthquake Recurrence Parameter

Data rekam kegempaan suatu daerah diperoleh dari rekaman di masa lalu dapat digunakan untuk mengetahui resiko tercapainya atau terlampauinya suatu intensitas gerakan tanah setempat di masa yang akan datang. Perhitungan resiko gempa dilakukan dengan dasar informasi kegempaan dari suatu daerah, diantaranya:
  1. Pencatatan gempa yang pernah ada pada lokasi tinjauan 
  2. Sejarah kejadian gempa pada daerah yang dalam radius lokasi tinjauan 
  3. Data geologi berupa zona potensi sumber gempa daerag yang ditinjau

Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) memerlukan suatu model perulangan gempa dengan magnitudo yang bervariasi. Model kemunculan gempa (Earthquake Recurrence Model) yang diberikan oleh beberapa peneliti digunakan untuk memperkirakan besarnya resiko kemunculan suatu kejadian gempa pada suatu periode perulangan tertentu. Earthquake Recurrence Model yang sering digunakan dalam analisis PSHA merupakan Least Square Method (Gutenberg & Richter, 1954), yaitu pemodelan hubungan magnitudo versus frekuensi seperti yang disajikan dalam Gambar dibawah ini.

Menurut Gutenberg-Richter (1954), frekuensi terjadinya gempa dengan magnitudo M m persatuan waktu, menurun secara ekponensial dengan meningkatnya magnitudo gempa, dan dapat dinyatakan dengan Persamaan berikut:

𝐿𝑜𝑔 𝑁 = 𝑎 𝑏 𝑀

Dengan:

N : frekuensi terjadinya gempa dengan magnitudo M lebih besar atau sama dengan m per satuan waktu (ditentukan dengan memakai metode penyesuaian kuadrat terkecil terhadap data pengamatan yang tersebar).
M : Magnitudo gempa.
a : konstanta karakteristik daerah gempa yang tergantung waktu pengamatan (To) dan tingkat kegempaan daerah sumbernya.
b : konstanta karaktersitik daerah gempa yang merupakan kemiringan garis pada grafik Log N versus m, menyatakan penyebaran relatif dari magnitudo gempa pada sembarang sumber titik pada daerah sumber gempa. Nilai b yang lebih besar menunjukkan terjadinya gempa dengan magnitudo besar yang lebih langka.

Permodelan Sumber Gempa

Area Source

Pemodelan sumber gempa didasarkan pada interpretasi data gempa kedalam area yang berisi data gempa yang telah dikelompokan (Aguilar, 2017). Pengelompokan data gempa akan menghasilkan tingkat seismisitas dan data geometri dari tiap area. Gabungan dari data seimisitas dan geometri akan menghasilkan area source yang akan menjadi input dalam analisis PSHA menggunakan R-CRISIS 20.0.

Pengelompokan data gempa dibagi berdasarkan kedalaman ke dalam interval kedalaman. Pemisahan data gempa kedalam tiga interval bertujuan untuk mengelompokan data gempa berdasarkan sumbernya mencakup gempa Shallow crustal yang meliputi subduksi dan patahan. Interval yang lebih dalam bertujuan mengelompokan gempa kedalam deep background. Tiap interval kedalaman data gempa akan diambil nilai tengahnya untuk dijadikan satu kedalaman pada tiap interval kedalaman.

Data gempa pada tiap kedalaman akan dikelompokan untuk dijadikan area source berdasarkan gempa yang saling berdekatan. Area source akan dibentuk menjadi beberapa polygon sebagai input geometri untuk analisis kegempaan. Gempa yang memiliki jarak yang berjauhan dan atau tidak bisa dikelompokan akan dijadikan satu area source untuk gempa background. Kedalaman gempa subduksi mengikuti geometri dari subduksi dengan kedalaman bagian atas subduksi 5 km dan bagian bawah 50 km. Geometri dari area subduksi diambil dari Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017. Gempa yang masuk ke dalam area subduksi dianggap sebagai gempa yang bersumber dari subduksi. Ilutrasi pengelompokan ditunjukan pada Gambar dibawah ini,

Geometry Source

Geometry source merupakan polygon yang terbentuk akibat peng- kelompokan data gempa. Polygon yang terbentuk berbentuk beraturan atau tidak beraturan tergantung pada persebaran data gempa yang dikelompokan. Persebaran data gempa mempengaruhi luasan polygon yang terbentuk. Jarak antar titik gempa yang saling berjauhan akan menghasilkan polygon yang memiliki luasan yang besar, sementara jika jarak antar titik gempa semakin berdekatan maka akan menghasilkan polygon yang memiliki luasan lebih kecil.

Seismicity Source

Seismicity source merupakan sifat seismik dari geometry source berupa nilai lamda, beta, dan magnitudo. Nilai seismik dari suatu geometri berkaitan dengan jumlah dari data gempa yang dicakup dalam sebuah polygon. Perhitungan masing-masing parameter seismik dalam input seismisitas dapat menggunakan Persamaan-Persamaan sebagai berikut.

Dengan: 

Z : Jumlah interval magnitudo
x : median interval magnitudo
y : log-rate kumulatif

Deagregasi

Metode PSHA pada dasarnya adalah metode yang digunakan untuk menghitung ancaman gempa, berdasarkan dari kumpulan hasil semua kejadian gempa yang mungkin dapat terjadi di masa datang. Kejadian gempa yang mungkin akan datang tidak dapat terlihat jelas dalam PSHA. Kondisi ini menjadikan PSHA menjadi kurang lengkap memberikan informasi tentang paramter gempa yaitu M dan R yang dominan dalam desain gempa. Sebagai pelengkap metode PSHA maka diperlukan deagregasi terhadap setiap sumber gempa yang dimodelkan.

Deagregasi diperlukan dalam pemilihan data ground motion/ akselerogram yang sesuai dengan karakterisitik gempa di wilayah tinjauan. Deagregasi menghasilkan controlling magnitudo (Mcontrolling) dan controlling distance (Rcontrolling) gempa yang memberikan kontribusi terbesar dalam PSHA. controlling magnitudo (Mcontrolling) dan controlling distance yang diperoleh berdasarkan titik berat dari kurva deagregasi (Riza, 2010).

Amplifikasi

Kelas situs perlu diidentifikasi untuk merumuskan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah untuk menentukan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs. Profil tanah di situs harus diklasifikasikan berdasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas sesuai dengan aturan SNI 1726-2012 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung yang disajikan pada Tabel sebagai berikut.

Nilai PGA terkoreksi (PGAM) didapatkan dengan mengalikan faktor amplifikasi dengan nilai PGA seperti pada Persamaan dibawah.  

𝑃𝐺𝐴𝑀 = 𝐹𝑃𝐺𝐴 × 𝑃𝐺𝐴

Nilai faktor amplifikasi ditentukan berdasarkan kelas situs seperti yang disajikan pada Tabel dibawah ini.

Time History

Peak ground acceleration merupakan percepatan tanah maksimum yang dapat dihitung dengan menggunakan metode model empiris berdasarkan data historis gempa maupun menggunakan fungsi atenuasi berdasarkan jenis sumber gempa yang terjadi. Nilai percepatan tanah dasar tersebut akan digunakan dalam penetuan ground motion.

Riwayat waktu gempa rencana yang disetujui untuk dipakai di Indonesia belum ada. Salah satu pemecahan yang dapat diambil adalah memodifikasi rekaman riwayat waktu gempa yang sesungguhnya. Modifikasi tersebut dilakukan dengan menskalakan Peak Ground Acceleration (PGA) dan periode predominan riwayat waktu tersebut dengan PGA dan periode predominan batuan dasar dari wilayah tinjauan.

Rekaman riwayat gempa yang diambil harus memiliki magnitudo, jarak patahan dan mekanisme sumber gempa yang konsisten dengan hal-hal yang mengontrol ketentuan gempa maksimum yang dipertimbangkan. Analisis riwayat waktu harus menggunakan paling sedikit dibutuhkan tiga ragam gerak tanah (strong ground motion) yang berbeda, seperti yang diatur dalam Pasal 11.1.3 dalam SNI 1726- 2012. Penskalaan strong ground motion dilakukan dengan metode superposisi yang dicetuskan oleh Seed-Idriss (1969).

Metode superposisi ialah cara sederhana untuk memperoleh rekaman akselerogram buatan dengan durasi getar, percepatan gempa puncak dan interval waktu akselerogram tertentu. Langkah-langkah pembuatan aselerogram desain dengan metode superposisi ialah sebagai berikut:

  1. Menghitung percepatan gempa maksimum desain (ad). Percepatan gempa maksimum desain dapat diperoleh melalui analisis deterministik, probabilistik, maupun pendekatan dengan peta gempa.
  2. Menentukan periode predominan Tp dari batuan dasar menggunakan Persamaan sebagai berikut ini,

  3. Memilih aselerogram dengan karakteristik yang mendekati lokasi tinjauan
  4. Mengubah interval waktu aselerogram yang ada sehingga periode predominan (T1) sama dengan periode predominan batuan dasar setempat (Tp) menggunakan Persamaan berikut ini,  
  5. Mengubah percepatan gempa maksimum (amax) dari aselerogram yang dipilih, yaitu dengan mengalikannya dengan faktor koreksi ad/ amax
Contoh dari aselerogram pemodelan sumber gempa ditunjukan pada gambar dibawah ini,

Pemodelan Gempa Bumi

Pemodelan gempa bumi adalah proses untuk memprediksi dan memahami perilaku gempa bumi. Pemodelan ini melibatkan pengumpulan data seismik, analisis struktur bumi, dan simulasi dengan software komputer misal GEOSTUDIO, GEO5, MIDAS, SAP 2000, dll. Tujuan dari pemodelan gempa bumi adalah untuk meningkatkan pemahaman kita tentang gempa bumi, memperbaiki metode prediksi gempa bumi, dan mengurangi dampaknya terhadap manusia dan lingkungan. 



 Simulasi Analisis gempa berdasarkan time historis dengan software Geo Studio 2023.

Prediksi Gempa

Prediksi gempa adalah cabang ilmu seismologi yang berkaitan dengan spesifikasi waktu, lokasi, dan berapa besarnya gempa bumi di masa depan. Banyak metode yang telah dikembangkan untuk memprediksi kapan gempa bumi akan terjadi, dalam waktu, dan tempat yang ditentukan. Meskipun banyak upaya yang dilakukan, hingga saat ini gempa bumi belum dapat diprediksi pada hari atau bulan tertentu.

Pada tahun 1970-an, para ilmuwan optimis bahwa metode untuk memprediksi gempa bumi akan segera ditemukan, tetapi pada tahun 1990-an kegagalan terus berlanjut, dan membuat banyak pihak mempertanyakan apakah hal semacam itu bisa dilakukan. Sebagian besar ilmuwan pesimis dan berpendapat bahwa, memprediksi gempa bumi pada dasarnya adalah hal mustahil untuk dilakukan.

Gempa bumi Haicheng 1975 diklaim salah satu gempa bumi yang berhasil diprediksi oleh seismologi, sehingga angka korban kematian berhasil ditekan, sebagian besar kota telah dievakuasi sebelum gempa, dan hanya sedikit korban yang meninggal akibat runtuhnya bangunan.

Tsunami

Tsunami adalah gelombang laut dengan panjang gelombang dan periode panjang yang dihasilkan oleh pergerakan air dalam jumlah besar secara tiba-tiba atau tiba-tiba—termasuk saat terjadi gempa bumi di bawah laut. Di lautan terbuka, jarak antara puncak gelombang dapat melebihi 100 kilometer (62 mil), dan periode gelombang dapat bervariasi dari lima menit hingga satu jam. Tsunami semacam itu bergerak dengan kecepatan 600–800 kilometer per jam (373–497 mil per jam), bergantung pada kedalaman air. Gelombang besar yang dihasilkan oleh gempa bumi atau tanah longsor bawah laut dapat menyerbu daerah pesisir terdekat dalam hitungan menit. Tsunami juga dapat menempuh jarak ribuan kilometer melintasi lautan terbuka dan mendatangkan kehancuran di pantai seberang beberapa jam setelah gempa bumi yang menimbulkannya.

Biasanya, gempa subduksi di bawah magnitudo 7,5 tidak menyebabkan tsunami, meskipun beberapa kejadiannya telah tercatat. Sebagian besar tsunami yang merusak disebabkan oleh gempa bumi berkekuatan 7,5 atau lebih.

Tindakan Darurat dalam Menghadapi Gempa Bumi

Tindakan darurat yang perlu dilakukan dalam menghadapi gempa bumi meliputi:

  1. Bersikap Tenang: Saat terjadi gempa bumi, penting untuk tetap tenang dan mengikuti informasi yang benar dari pihak berwenang atau polisi. Jangan bertindak berdasarkan informasi yang tidak jelas
  2. Evakuasi: Jika terjadi gempa bumi besar, penting untuk segera melakukan evakuasi ke tempat yang aman, seperti melalui tangga darurat atau tempat yang tidak berisiko. Evakuasi harus dilakukan dengan tertib dan mengikuti petunjuk dari petugas tanggap darurat.

Tindakan darurat yang harus dilakukan dalam menghadapi gempa bumi dapat berbeda-beda tergantung pada situasi dan kondisi setempat. Oleh karena itu, penting untuk selalu mengikuti petunjuk dan informasi dari pihak berwenang setempat dalam menghadapi gempa bumi.

Rencana tindak darurat gempa bumi adalah suatu rencana yang disusun untuk menghadapi dan merespons gempa bumi dengan tujuan melindungi nyawa dan harta benda manusia serta meminimalkan kerugian akibat gempa bumi . Rencana ini biasanya mencakup langkah-langkah yang harus diambil sebelum, selama, dan setelah terjadinya gempa bumi, termasuk evakuasi, penyediaan tempat perlindungan, komunikasi darurat, dan pemulihan pasca-gempa.


UPAYA MITIGASI

Upaya mitigasi adalah langkah-langkah yang diambil untuk mengurangi dampak negatif atau risiko yang mungkin terjadi akibat suatu peristiwa atau situasi. Beberapa contoh upaya mitigasi meliputi:

  1. Penyuluhan dan edukasi: Memberikan informasi dan pendidikan kepada masyarakat tentang cara menghadapi situasi berisiko dan bagaimana mengurangi dampaknya.
  2. Perencanaan dan pengembangan: Merancang dan mengembangkan infrastruktur yang tangguh terhadap bencana, seperti bangunan tahan gempa dan sistem drainase yang efisien.
  3. Pencegahan dan perlindungan: Menerapkan langkah-langkah pencegahan, seperti penggunaan teknologi ramah lingkungan, pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan, dan pengendalian banjir.
  4. Kesiapsiagaan: Meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi bencana, seperti melalui simulasi evakuasi dan penyediaan peralatan darurat.
  5. Penanggulangan dan pemulihan: Menyediakan dukungan dan bantuan pasca-bencana, seperti bantuan keuangan, logistik, dan pemulihan infrastruktur.

Pembuatan Peta Mitigasi Bencana

Contoh pembuatan Peta Mitigasi Pasca Bencana Gempa di Lombok tahun 2018, dengan posko-posko darurat dan dampak bencana gempa.



Dalam menghadapi berbagai situasi, penting untuk selalu berpikir positif dan bekerja sama dengan orang-orang di sekitar kita agar dapat menghadapi tantangan dengan lebih baik.

Kesimpulan:

  • Gempa bumi adalah fenomena guncangan yang terjadi pada permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik.
  • Gempa bumi dapat disebabkan oleh pergeseran lapisan kulit bumi, aktivitas vulkanik, runtuhan gua atau tambang bawah tanah, atau ledakan besar seperti bom nuklir.
  • Pemodelan gempa bumi digunakan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang performa seismik dan respon struktur bangunan dan nonbangunan.
  • Analisis gempa bumi memanfaatkan pemodelan detail struktur bersama metode analisis struktur untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang performa seismik dan respon struktur.
  • Rencana tindak darurat gempa bumi disusun untuk menghadapi dan merespons gempa bumi dengan tujuan melindungi nyawa dan harta benda manusia serta meminimalkan kerugian akibat gempa bumi.

Penutup

Sekian Penjelasan Singkat Mengenai Gempa Bumi (Earthquake). Semoga Bisa Menambah Pengetahuan Kita Semua.

Posting Komentar

pengaturan flash sale

gambar flash sale

gambar flash sale